https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Gesa Sertifikasi, Pemerintah Diminta Libatkan Lebih Banyak Pihak

Gesa Sertifikasi, Pemerintah Diminta Libatkan Lebih Banyak Pihak

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Ir Dedi Junaedi MSc (tangkapan layar)


Jakarta, Elaeis.co - Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) makin diminati para petani sawit, baik plasma maupun swadaya. Pemerintah diminta melibatkan lebih banyak pihak agar proses sertifikasi bisa dipercepat.

"Terkait proses sertifikasi ISPO, saya berharap kepada para pemangku kepentingan agar kiranya ke depan bisa merangkul NGO-NGO lokal dalam proses sertifikasi. Dengan begitu sertifikasi bisa diimplementasikan dengan cepat, termasuk kepada para petani sawit swadaya yang ada di seluruh Indonesia," ujar H Narno, Ketua Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI).

Hal itu ia katakan dalam webinar #ApaKataPekebun" bertajuk "Implementasi Standar ISPO Baru oleh Pekebun Swadaya, Menggali Tantangan dan Pembelajaran" yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, Sustainable Palm Oil Initiative (SPOI)-UNDP Indonesia, Musim Mas Group, dan Yayasan FORTASBI Indonesia, Selasa (26/10/2021) pagi. 

Selain itu, Narno juga berharap kelak Sertifikat ISPO bisa dikolaborasikan dengan dua sertifikat lain yang berstandar internasional, yakni Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan International Sustainability and Carbon Certification  (ISCC).

FORTASBI sendiri, kata Narno, saat ini beranggotakan 41 organisasi petani sawit swadaya dan 10.000 petani sawit swadaya yang tersebar di seluruh Indonesia.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Ir Dedi Junaedi MSc, menyambut baik pernyataan Narno demi peningkatan kapasitas petani. “Pemerintah justru sangat berharap kolaborasi dari banyak pihak dalam proses sertifikasi ISPO,” katanya.

Meski UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan tidak membedakannya dengan eks plasma ataupun eks perkebunan inti rakyat (PIR), menurut Dedi, pemerintah sangat serius dan menaruh perhatian khusus pada peningkatan kapasitas petani swadaya.

Hal itu karena perkebunan sawit memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan perkebunan lain seperti kopi atau kelapa. Perkebunan kopi, misalnya, saat panen bisa dijemur lalu laku dijual. Kelapa juga tak jauh berbeda. Sedangkan buah sawit, katanya, saat dipanen tidak bisa diolah sendiri oleh petani, harus langsung dimasukkan ke pabrik.

"Itulah sebabnya pemerintah juga berusaha agar perkebunan sawit terintegrasi dengan pabrik pengolahan, saling berdekatan," kata Dedi.

Kompleksnya persoalan inilah yang membuat pemerintah memberikan perhatian yang luar biasa terhadap industri perkebunan sawit. Termasuk di tingkatan petani, baik untuk urusan program peremajaan sawit rakyat (PSR) maupun program lainnya. 

“Pemerintah sangat serius merangkul banyak pihak yang ingin memperkuat kelembagaan petani sawit. Dengan banyaknya pihak yang terlibat, tidak menutup kemungkinan kelembagaan petani bisa memiliki pabrik kelapa sawit sendiri,” tukasnya. 


 

Komentar Via Facebook :