Berita / Komoditi /
Guru Besar IPB: Pulangkan ke Habitat Aslinya
Pekanbaru, Elaeis.co - Menurut Pakar Kehutanan Yayasan Pusat Kajian Advokasi (Pusaka) dan Konservasi Alam (Kalam), Prof Dr Yanto Santosa, kelapa sawit merupakan tumbuhan hutan yang memiliki nilai tinggi. Baik itu sebagai tanaman hutan ataupun sebagai tanaman perkebunan.
Namun ironisnya, tumbuhan yang termasuk dalam genus Elaeis dan ordo Arecaceae itu justru mendapat banyak diskriminasi dari sejumlah pihak. Misalnya saja Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang berpusat di Italia tidak mengkategorikan kelapa sawit sebagai salah satu tanaman hutan. Kemudian Kementrian LHK juga tidak mengizinkan kelapa sawit ditanam dalam kawasan hutan produksi.
"Ada juga penolakan dan pencabutan Permenhut no 62/2011 yang memasukkan sawit sebagai salah satu tanaman HTl," terangnya dalam gelaran debat terbuka bertema Peran Kelapa Sawit dalam Perubahan Iklim Dunia, Senin (04/10) kemarin.
Dalam diskusi itu, Yanto juga menyayangkan adanya kebun kelapa sawit yang luasnya mencapai 16,38 juta hektar di Indonesia tapi justru tak dihitung sebagai salah satu penyerap gas rumah kaca. Selanjutnya, kelapa sawit yang ditanam di kawasan hutan juga selalu dituding sebagai deforestasi. Sementara tanaman lain seperti karet, akasia aren dan sebagai malah tidak.
"Kebun Kelapa sawit selalu dituding sebagai penyebab , penurunan keanekaragaman hayati," tuturya.
Dipaparkannya, masih bersumber dari FAO tadi, Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki hutan cukup luas. Baik itu hutan primer maupun hutan produksi.
"Padahal jika kelapa sawit dimasukkan dalam tumbuhan hutan, maka luas hutan di Indonesia akan bertambah fantastis yakni seluas 16,2 hektar tadi. Ini juga akan berdampak dengan penyerapan gas rumah kaca. Soalnya dibandingkan tumbuhan lain, kelapa sawit justru memiliki laju fotosintesis lebih tinggi," tegasnya.
Menurutnya, banyak manfaat kelapa sawit jika dijadikan sebagai tanaman hutan. Misalnya saja dalam peningkatan tingkat keanekaragaman jenis hayati pada kawasan- kawasan hutan terdegradasi. Dari data yang dirangkumnya jumlah populasi burung, kupu-kupu, dan cacing cenderung meningkat.
"Kalau sawit ditetapkan sebagai tumbuhan hutan maka para penuding deforestasi terhadap kebun sawit akan semakin kesulitan untuk mendapatkan tujuan tudingannya," katanya.
Selain itu, manfaat lain yakni target pembangunan HTI dan HTR akan jauh lebih cepat tercapai. Disisi lain menjadikan sawit sebagai tanaman kehidupan pada HTI akan lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. "Khusus lagi peningkatan sumber bahan baku kayu juga meningkat. Karena sawit sudah mampu diolah menjadi sumber bahan kayu tadi," terangnya.
Tak sampai disitu, nilai ekonomi dan kontribusi kawasan hutan terdegradasi semakin tinggi. Terakhir penyelesaian permasalahan kebun kelapa sawit di kawasan hutan menjadi relatif lebih mudah.
Komentar Via Facebook :