https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Harga Resmi TBS Ditetapkan Rendah, di Lapangan Lebih Parah

Harga Resmi TBS Ditetapkan Rendah, di Lapangan Lebih Parah

Ketua DPW APKASINDO Papua Barat, Benny Indai (kaos putih) usai panen bersama petani sawit setempat (Dokumentasi pribadi)


Manokwari, Elaeis.co - Sudah bertahun-tahun para petani sawit yang tergabung dalam DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Papua Barat berjuang agar Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPH Bun) setempat menaikkan harga resmi tandan buah segar (TBS). Meski tak bisa sama, petani berharap setidaknya bisa mendekati harga TBS yang ditetapkan di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Ketua DPW APKASINDO Papua Barat, Benny Indai, mengatakan, harapan para petani itu sebenarnya sangat wajar apalagi saat ini harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di pasar global terus naik. 

"Harga yang ditetapkan DTPH Bun Papua Barat bulan ini untuk usia 10-21 tahun Rp 2.149,53/kg, belum terlalu baik. Kalau di lapangan harga itu benar-benar diterapkan, lumayanlah. Masalahnya, perusahaan sawit swasta ini kan mau menangnya sendiri saja," katanya, kepada Elaeis.co, Minggu (14/11/2021) sore.

Menurutnya, anggota APKASINDO merasa dirugikan dengan harga TBS yang murah karena mereka sebenarnya bukan petani sawit dadakan. Ratusan petani sawit di Manokwari, katanya, pernah menjadi petani plasma atau binaan PTPN II.

"Puluhan tahun kami jadi petani plasma PTPN II di Manokwari. Sekarang BUMN itu tidak punya kebun lagi di sini, lahannya dulu sempat diambil alih investor China, lalu tutup. Kini tinggal perusahaan sawit swasta nasional saja yang beroperasi di Kabupaten Manokwari," bebernya.

Sekretaris DPW APKASINDO Papua Barat, Dorteus Paiki, menambahkan, APKASINDO Papua Barat sebenarnya pernah melakukan negosiasi langsung dengan pabrik kelapa sawit (PKS) karena harga TBS di lapangan jauh dari yang ditetapkan DTPH Bun. Dinas Pertanian Kabupaten Manokwari juga dilibatkan dalam negosiasi itu, tapi hasilnya tetap kurang memuaskan.

" DTPH Bun Papua Barat menetapkan harga Rp 2.100/kg, tapi perusahaan hanya mau beli TBS Rp 1.450/kg. Mau bagaimana lagi, cuma mereka pula perusahaan sawit yang ada di Manokwari," keluhnya.

Menurutnya, pihak perusahaan menyodorkan sejumlah syarat kalau para petani ingin harga TBS naik atau mau dijadikan petani plasma. Namun pihak Dinas Pertanian Manokwari menilai persyaratan yang diminta sangat berat dan tak sanggup dipenuhi petani.

Lucunya, kata Dorteus, ketika para petani sudah resmi jadi peserta Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) pada tahun 2020, pihak perusahaan tiba-tiba bersedia membuka pintu negosiasi untuk menjadikan mereka sebagai petani plasma.

"Tapi saat kami minta seluruh petani sawit yang sudah ikut PSR agar dijadikan binaan, perusahaan maunya hanya 50 persen saja. Ya kami  tidak mau, kami akhirnya jalan sendiri saja," kata Dorteus.

“Kami juga sudah coba negosiasi dengan perusahaan sawit di kabupaten lain, namun tak ada yang sanggup membeli sesuai harga dari DTH Bun yang belum maksimal itu,” pungkasnya. 


 

Komentar Via Facebook :