Berita / Sumatera /
Harga Sawit Loyo, Daya Beli Masyarakat Bengkulu Melemah
Bengkulu, elaeis.co - Komoditas kelapa sawit memiliki peran yang sangat penting bagi perekonomian di Provinsi Bengkulu. Jika sektor ini mengalami perlambatan, maka daya beli masyarakat setempat akan menurun.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bengkulu, Darjana mengatakan, kelapa sawit telah menjadi tulang punggung ekonomi Bengkulu dalam beberapa tahun terakhir. Tanaman ini memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan daerah dan penciptaan lapangan kerja.
"Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sektor kelapa sawit menyumbang lebih dari 60% ekspor Provinsi Bengkulu," kata Darjana, Senin (5/6).
Sayangnya, saat ini industri sawit tengah menghadapi tantangan yang serius. Harga minyak sawit mentah (CPO) merosot di pasar global sehingga berdampak negatif terhadap para petani kelapa sawit di Bengkulu.
"Ketika harga CPO turun, pendapatan petani turun drastis. Hal ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat Bengkulu. Masyarakat menjadi kurang mampu membeli barang dan jasa, sehingga pertumbuhan ekonomi daerah pun terhambat," tuturnya.
Petani sawit di Kabupaten Bengkulu Tengah, Amri, mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti membeli makanan, biaya pendidikan, dan perawatan kesehatan, karena murahnya harga sawit.
"Di sini sudah berapa petani terpaksa menjual tanah atau aset lainnya untuk bertahan hidup, termasuk saya. Kalau mengandalkan sawit saja tidak mungkin karena masih memiliki pinjaman di bank," katanya.
Pengamat Ekonomi Bengkulu, Ahmad Badawi Saluy meminta pemerintah daerah segera mengambil langkah-langkah strategis. Dukungan kebijakan dan bantuan langsung kepada petani kelapa sawit perlu diberikan untuk membantu mereka melewati masa sulit ini.
"Diversifikasi usaha bisa menjadi solusi jangka panjang bagi petani. Karena itulah, pemerintah perlu mendorong pengembangan sektor lain yang dapat mengurangi ketergantungan petani pada kelapa sawit," tukasnya.
"Melihat situasi ini, saya pikir perlu adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, BUMN, dan lembaga keuangan seperti Bank Indonesia untuk mengembangkan program pemberdayaan petani dan memperkuat daya beli masyarakat," tutupnya.
Komentar Via Facebook :