Berita / Nusantara /
Hilirisasi Sawit Penting, tapi Perlu Strategi Hadapi Pesaing
Jakarta, Elaeis.co - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) siap mendukung program hilirisasi produk sawit yang tengah digenjot oleh pemerintah.
Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi mengatakan, para pengusaha kelapa sawit sadar bahwa nilai tambah terbesar dari suatu produk ada di sisi hilir. Kendati demikian, pihaknya berharap jangan sampai program hilirisasi mendistorasi apa yang selama ini sudah dikerjakan di hulu.
“Kami sangat mendukung program hilirisasi sawit,” katanya, dikutip Bisnis.com, Sabtu (13/11/2021).
Tofan menjelaskan, ekspor produk sawit mencapai 34 juta ton pada 2020 dan hanya 7,17 juta ton diantaranya dalam bentuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sisanya, lanjut dia, komposisi terbesar atau sebanyak 21 juta ton atau sekitar 60 persen sudah dalam bentuk refinery atau hanya satu tingkat di bawah produk akhir.
“Jadi, kalau kemarin pemerintah mendorong hilirisasi sawit, hasilnya sudah kelihatan karena 60 persen ekspor sudah bukan mentah lagi meski belum end product,” ujarnya.
Menurutnya, untuk menjadi pemain di produk akhir, Indonesia perlu menyiapkan strategi yang berbeda. Pasalnya, pesaing utama merupakan manufaktur dari negara maju yang sudah berusia ratusan tahun. Dengan demikian, Indonesia perlu memiliki strategi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk bersaing di ranah produk akhir kelapa sawit.
“Beberapa poin yang kami highlight bahwa hilirisasi harus dilakukan dengan skema insentif dan disinsentif, bukan dengan regulasi karena bisa mendistorsi pasar,” tukasnya.
Tofan mengatakan, saat ini masih banyak permintaan dalam bentuk CPO, masih ada permintaan sekitar 6 juta ton. Oleh karena itu Indonesia harus melihat kebutuhan pasar, tidak memungkinkan apabila tiba-tiba muncul regulasi larangan ekspor.
Selain itu, Tofan menyebut hilirisasi terkait dengan penguasaan teknologi. Artinya, Indonesia harus selektif dalam memilih keunggulan komparatif. “Hilirisasi harus disertai dengan perbaikan infrastruktur dan sumber daya manusia yang siap,” jelasnya.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyampaikan rencana untuk menghentikan ekspor CPO pada pertengahan Oktober 2021. Presiden menyebut kebijakan itu bertujuan agar Indonesia dapat mengolah sendiri bahan mentah untuk mendapatkan nilai tambah. Secara detail, Jokowi ingin produk kelapa sawit Indonesia diolah menjadi produk seperti kosmetik, mentega, biodiesel, dan produk akhir lainnya.
Berdasarkan data GAPKI, total produksi minyak sawit RI mencapai 51,1 juta ton pada 2020 dengan total volume ekspor sebanyak 34 juta ton. Adapun realisasi ekspor hingga Agustus 2021 mencapai 22,79 juta ton. Pencapaian itu tumbuh 6,94 persen dari 21,31 juta ton periode yang sama tahun lalu.
Komentar Via Facebook :