Berita / Sumatera /
Hindari Pemotongan, APKS Desak Pemerintah Melakukan Ekspor Langsung CPO dari Bengkulu
Bengkulu, elaeis.co - Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit (APKS) Bengkulu, Edy Mashury meminta pemerintah berupaya mencari solusi bersama para pemangku kepentingan terkait untuk menekan angka pemotongan dari penjualan crude palm oil (CPO).
Menurutnya, CPO harusnya diekspor langsung dari Bengkulu sehingga tidak ada potongan harga lagi.
"Kami akan berdiskusi dengan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan perusahaan pengolah kelapa sawit, untuk mencari jalan keluar yang dapat menguntungkan semua pihak. Salah satunya mendorong ekspor CPO langsung dari Bengkulu," kata Edy.
Sebelumnya diperoleh informasi,
meskipun harga CPO di tender Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Belawan dan Dumai mencapai Rp 10.890 per kilogram pada bulan Juli ini, kondisi tersebut tidak berdampak pada harga CPO di Bengkulu.
Sebab, harga CPO di daerah Bengkulu lebih rendah dibandingkan harga KPBN. Hal ini disebabkan oleh potongan harga yang dikenakan selama proses penjualan CPO dari pabrik hingga pelabuhan.
Pengamat Ekonomi Bengkulu, Prof Ahmad Badawi Saluy mengatakan, dalam proses serah terima barang di Pabrik Kelapa Sawit, harga CPO di Bengkulu akan dikenakan potongan sebesar Rp 500 per kilogram.
Selain itu, ketika CPO diantar hingga mencapai Pelabuhan Pulau Baai untuk proses ekspor, akan dikenakan potongan tambahan sebesar Rp 250/kg. Dengan demikian, harga CPO yang akan diterima petani di Bengkulu hanya sekitar Rp 10.140/kg setelah melewati kedua proses tersebut.
"Potongan itu biasanya buyer yang meminta, karena tidak mungkin mereka beli harga segitu, padahal ada ongkos angkut dan kirim lagi," kata Ahmad, Kamis (20/7).
Kondisi tersebut mencerminkan tantangan bagi sektor perkebunan kelapa sawit di Bengkulu. Dengan harga CPO di tingkat pabrik yang lebih rendah, sehingga ikut mempengaruhi harga TBS kelapa sawit dan kesejahteraan petani kelapa sawit.
"Tentu saja hal itu membuat harga TBS kelapa sawit di daerah ini rendah dan mempengaruhi kesejahteraan petani kelapa sawit," ujarnya.
Meski begitu, ia berpendapat bahwa potongan harga selama proses penjualan bukanlah hal baru dalam industri perkebunan kelapa sawit.
Menurut Ahmad, hal ini biasa terjadi dan dianggap sebagai bagian dari biaya logistik dan distribusi CPO dari pabrik ke pelabuhan.
"Potongan ini bukan hal baru karena pada saat petani menjual ke ramp atau tauke juga dikenakan potongan harga, begitu juga di pabrik," tutur Ahmad.
Menanggapi hal itu, Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Bengkulu, Rosmala Dewi SP mengatakan pihaknya akan melakukan kajian mendalam terkait mekanisme penentuan harga CPO dan potongan yang dikenakan selama proses penjualan.
"Kami akan bekerja sama dengan seluruh stakeholder terkait untuk memastikan keadilan bagi para petani kelapa sawit di Bengkulu," kata dia.
Komentar Via Facebook :