Berita / Lingkungan /
Hutan Jambi Terbakar 1.240 Hektare, Walhi Jambi: Di Antaranya Pembukaan Kebun Sawit
Jambi, elaeis.co – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi melaporkan bahwa pada tahun 2023, Provinsi Jambi mengalami kebakaran hutan yang mencapai luas 1.240 hektare.
Sayangnya, sebagian besar kebakaran ini melibatkan korporasi besar yang beroperasi di wilayah tersebut. Pernyataan ini dikeluarkan oleh Koordinator Aksi Walhi Jambi, Muhammad Aditya Prakoso pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Menurut Aditya, terdapat tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kabut asap di Jambi.
“Faktor pertama adalah situasi cuaca yang kering, yang dipengaruhi oleh pola cuaca El Nino. Faktor kedua adalah adanya oknum yang sengaja melakukan pembakaran lahan. Faktor ketiga adalah masih adanya tindakan pengeringan lahan di wilayah gambut yang rentan terbakar. Faktor ketiga ini biasanya dilakukan dengan tujuan membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan besar dengan luas lahan yang cukup besar,” katanya.
Walhi Jambi menyerukan untuk menghentikan praktik pembakaran lahan dan pengeringan lahan gambut dengan skala besar dan mendorong penggunaan metode pembangunan kanal. Aditya menambahkan bahwa ada ironi dalam fakta bahwa masyarakat yang membakar lahan untuk membuka lahan pertanian kecil biasanya ditangkap oleh aparat penegak hukum, tetapi banyak korporasi dengan izin lahan yang luas yang terbakar ribuan hektare tidak ditangkap.
Pada tahun 2021, Walhi Jambi mengajukan gugatan terhadap PT Pesona Belantara Persada dan PT Putra Duta Indahwood. Aditya mengkritik pendekatan lama yang masih digunakan oleh aparat penegak hukum dalam mencegah kebakaran, yaitu hanya menangkap pelaku pembakar lahan, sementara pengeringan lahan gambut tidak mendapat perhatian yang cukup.
Ia juga menjelaskan bahwa meskipun hujan telah beberapa kali turun di Jambi, kabut asap masih terjadi.
“Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa hujan hanya mencapai permukaan lahan gambut, sementara api masih berkobar di dalamnya. Oleh karena itu, Aditya berpendapat bahwa diperlukan penanganan dan deteksi dini terhadap titik panas yang berpotensi menjadi kebakaran besar,” ujarnya.
Edukasi mengenai penanganan dan deteksi dini tidak hanya harus disalurkan kepada masyarakat di desa, tetapi juga harus dilakukan secara ketat terhadap izin perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah gambut. Pemerintah yang telah diberi mandat oleh rakyat juga harus memberikan sanksi dan menegakkan hukum dengan tegas terhadap perusahaan yang terbukti melanggar dalam operasional mereka, yang berakibat pada kebakaran hutan dan lahan yang terus terulang.
Aditya menekankan bahwa meskipun hujan turun dan api tidak lagi terlihat di permukaan, asap masih terus muncul, menggarisbawahi urgensi untuk mengatasi masalah ini dengan serius.
Komentar Via Facebook :