Berita / Sumatera /
Identifikasi Kegiatan Usaha Oleh KLHK Berpotensi Menimbulkan Sengketa Hukum
Jakarta, elaeis.co - Puluhan pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diturunkan ke Riau untuk melakukan identifikasi, pendataan, dan pencatatan kegiatan usaha perkebunan, pertambangan, dan atau kegiatan usaha lain yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan.
Sesuai Surat Perintah Menteri LHK Siti Nurbaya Nomor PT.23/MENLHK/PHLHK/GKM.2/4/2022 tertanggal 28 April 2022, para pegawai tersebut diminta melakukan koordinasi dan komunikasi dengan bupati, pengelola kawasan hutan, dan atau pihak-pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tugas tersebut.
Kegiatan usaha yang teridentifikasi tidak memiliki perizinan akan dilaporkan kepada Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK selaku Ketua Tim Identifikasi dan Konsolidasi Kegiatan Usaha yang tidak memiliki perizinan bidang kehutanan di Provinsi Kalimantan Tengah dan Riau dan ditembuskan kepada Menteri LHK.
Tapi ternyata pejabat dinas kehutanan di daerah merasa tidak dikibatkan dalam kegiatan KLHK tersebut .
"Kami tidak tahu KLHK turun ke sini, kok bisa ya tidak melibatkan daerah? Mestinya dilibatkan, sebab daerahlah yang paling tahu persoalan," kata seorang pejabat Disbun Kabupaten Rokan Hulu kepada elaeis.co, kemarin.
Direktur Eksekutif Biro Konsultasi Hukum dan Kebijakan Kehutanan, Dr Sadino, menilai kedatangan tim verifikasi lapangan KLHK ke Riau justru berpotensi menimbulkan masalah.
"Berpotensi melanggar hukum. Tapi tentu saja mereka menafsirkannya sudah sesuai hukum, padahal tafsiran itu tidak mutlak benar hanya ada di KLHK," katanya.
Menurutnya, karena tim itu bagian dari pelaksana negara, maka mereka harus memperhatikan hukum-hukum yang berlaku di luar kehutanan. Kalau memaksakan seolah-olah yang mengikat itu hanya hukum kehutanan, maka hasilnya tidak kredibel.
"Kenapa saya bilang harus menghormati hukum lain, karena KLHK bicara tentang menyelesaikan keterlanjuran. Keterlanjuran itu menurut siapa, masak masyarakat yang terlanjur, jangan-jangan menunjuk KLHK sendiri malahan," ujarnya.
Dia mengingatkan Menteri LHK agar memperhatikan Putusan MK no. 34 tahun 2011 yang telah merubah kewenangan Menteri LHK khususnya terkait Pasal 4 ayat (3) UU No. 41 th 1999 tentang Kehutanan.
Hak-hak masyarakat yang telah diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku harus dilindungi. Misalnya terkait dengan hak atas tanah seperti hak milik, hak pakai, HGU dan hak lainnya yang dijamin oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
"Jadi, hak itu tidak semerta-merta bisa dihilangkan berdasarkan aturan hukum yang ada di kehutanan saja, wajib memperhatikan hukum-hukum yang lain. Jangan seolah-olah KLHK ini, dia negaranya berdiri sendiri," katanya.
Dia khawatir hasil kerja tim yang diturunkan KLHK akan merugikan masyarakat.
"Tujuannya untuk apa, apakah untuk hutan atau untuk siapa? Kalau hutan, hutannya siapa, untuk kesejahteraan siapa? Jangan sesekali mengastanamakan hutan dan lingkungan, tapi realitanya malah manusianya yang diabaikan," tandasnya.
Kalaupun ada masyarakat yang melakukan perbuatan melawan hukum, menurutnya, tetap harus diakomodir untuk penyelesaian haknya. Kalau masyarakat tidak dilibatkan, pemerintah bisa dituduh sewenang wenang dan masyarakat bisa menuntut.
"Di Riau yang menjadi objeknya adalah 1,8 juta hektare, mayoritas masih menunjuk-nunjuk saja. Kalau tim itu tidak hati-hati, maka akan banyak sengketa hukum yang tidak berujung," katanya.
Komentar Via Facebook :