https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

IIASA Bikin Peta Sawit Asia Tenggara, Bisa Deteksi Umur Tanaman

IIASA Bikin Peta Sawit Asia Tenggara, Bisa Deteksi Umur Tanaman

Gambar yang diproduksi IIASA pakai QGIS. foto: IIASA


Jakarta, elaeis.co - Peneliti International Institute For Applied Systems Analysis (IIASA) mengklaim sudah bisa membikin peta yang memuat informasi luas, umur tegakan (tahun deteksi perkebunan kelapa sawit) dan perencanaan tingkat landskap pakai citra satelit Sentinel 1 milik European Space Agency. 

Dan IIASA sudah membuat peta luas kebun kelapa sawit Indonesia, Malaysia dan Thailand tahun 2017 pakai citra satelit Sentinel 1 itu.
 
Misi Sentinel-1 adalah konstelasi dua satelit yang mengorbit kutub, beroperasi siang dan malam untuk melakukan pencitraan radar apertur sintetis C-band. Terlepas dari kondisi cuaca yang ada, satelit ini memungkinkan memperoleh citra. 
Itulah makanya citra satelit Sentinel 1 ini sangat berharga bagi negara tropis yang tertutup awan hampir sepanjang tahun.

Kembali ke peta tadi, dengan peta itu kata IIASA, akan bisa membantu pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk memahami tren ekspansi kelapa sawit.

"Secara khusus kami ingin menentukan luas dan usia perkebunan kelapa sawit di seluruh Asia Tenggara dan melihat apakah kami bisa menggunakan teknologi seperti Google Earth Engine dan algoritme penambangan data untuk menghasilkan peta luas kelapa sawit yang akurat dari data radar Sentinel 1," kata penulis utama Olga  Danylo seperti dilansir dari elaeis.co dari laman iiasa.ac.at. 

Olga sendiri adalah peneliti IIASA Novel Data Ecosystems For Sustainability Research Group.

Secara spesifik katanya, peta tadi akan bisa menginformasikan perhitungan hasil kelapa sawit berdasarkan informasi umur tegakan. (Hasil panen meningkat selama fase muda tanaman dalam tujuh tahun pertama, mencapai dataran tinggi selama usia prima 7-15 tahun, kemudian perlahan-lahan mulai menurun sebelum sawit diganti pada usia 25-30 tahun.) 

Peta tadi divalidasi berdasarkan interpretasi dari beberapa ribu citra satelit beresolusi sangat tinggi (data lapangan di lokasi tidak dipertimbangkan dalam studi ini).

Menurut para peneliti, peta baru itu selanjutnya bisa mendukung penghitungan perkiraan emisi dan serapan gas rumah kaca untuk wilayah tertentu dan menginformasikan pembuatan perkiraan hasil skala besar. 

Ini juga bisa dipakai dalam analisis yang berkaitan dengan menentukan trade-off ekonomi di berbagai jenis penggunaan lahan. 

Selain itu, peta kelapa sawit tadi bisa juga menginformasikan inisiatif penanaman kembali yang menjadi sangat penting mencegah konversi lahan di masa mendatang sambil memastikan stabilitas pasokan.

"Deforestasi tropis adalah masalah yang rumit. Melestarikan hutan tropis yang berharga itu penting, tapi melindungi hak pembangunan negara-negara dengan hutan tropis juga sama pentingnya," kata rekan penulis Johannes Pirker, peneliti tamu pada Kelompok Riset Pertanian, Kehutanan, dan Jasa Ekosistem di IIASA.      

Untuk menjembatani solusi menangani masalah sensitif semacam itulah makanya dibutuhkan pemahaman yang rinci dan kontekstual. 

Kalau digabungkan dengan perencanaan penggunaan lahan yang efektif oleh pemerintah di negara-negara tropis kata Johannes, peta yang mereka bikin bisa menginformasikan lokasi mana yang bisa ditanami kembali untuk peremajaan.

"Dengan begitu, akan bisa meningkatkan hasil dan membantu menghindari perlunya konversi lahan di masa depan. Ini adalah contoh bagaimana jembatan dapat dibangun untuk menyelesaikan sengketa kelapa sawit antara pembuat kebijakan di negara pengimpor dan negara penghasil kelapa sawit," ujarnya.



 

Komentar Via Facebook :