https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Industri Sawit Nasional Terancam Krisis Tenaga Kerja. Prof. Bungaran Minta Sederet ini Dilakukan

Industri Sawit Nasional Terancam Krisis Tenaga Kerja. Prof. Bungaran Minta Sederet ini Dilakukan

Prof. Bungaran Saragih saat memberikan pemaparan pada Indonesia Internasional Palm Oil Conference ke-9 di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Rabu pekan lalu. Foto: aziz


Medan, elaeis.co - Kertas paparan lelaki 78 tahun ini sederhana saja, tanpa powerpoint. Tapi dari balik kesederhanaan itu, Bungaran Saragih justru telah membikin orang yang hadir di Indonesia Internasional Palm Oil Conference di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Rabu pekan lalu itu, tercengang.

Tak terkecuali tiga pembicara lainnya yang ada di ruangan lantai dua Santika Hotel Premiere Dyandra Hotel & Convention itu. 

"Industri sawit kita terancam krisis tenaga kerja. Malaysia sudah dan sedang mengalami," suara Menteri Pertanian Republik Indonesia ke-24 ini terdengar datar. 

Kelangkaan tenaga kerja ini kata Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB ini akibat pergeseran pereferensi bekerja dan fenomena backward bending supply curve of labor.

"Ketersediaan tenaga kerja untuk pemupukan, penyiangan, dan pemanenan yang sebelumnya mudah diperoleh dengan upah relatif murah, saat ini dan kedepan akan semakin langka dan mahal," Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) memandangi orang yang hadir di ruangan itu. 

Malaysia yang telah mengalami kelangkaan tenaga kerja tadi, telah berdampak pada penurunan produktivitas minyak sawit nya dalam satu dekade terakhir. 

Selain produktivitas cenderung stagnan dan menurun, biaya produksi minyak sawit juga meningkat lebih cepat dari kenaikan harga minyak sawit. 

"Dalam 10 tahun terakhir, biaya produksi minyak sawit naik sekitar 7 persen per tahun. Sementara harga CPO cuma naik sekitar 4 persen per tahun," lelaki kelahiran Pematang Siantar ini merinci. 

Fenomena ini menurut Bungaran menjadi pertanda kalau pertumbuhan produksi minyak sawit yang diusung oleh perluasan areal dan ketersediaan tenaga kerja, tidak bisa diandalkan lagi lantaran tidak sustainable.

"Keberhasilan industri sawit menjadi minyak nabati utama dunia selama ini, diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya alam (natural resources) dan kelimpahan sumberdaya manusia yang belum kreatif (unskilled labor) atau yang dikenal sebagai factor-driven," lelaki ini menyimpulkan. 

Saat itu katanya, pertumbuhan produksi minyak sawit berbanding linear dengan perluasan areal perkebunan sawit dan ketersediaan tenaga kerja.

Tapi lagi-lagi itu tadi, pertumbuhan produksi minyak sawit yang dihela oleh factor-driven, punya keterbatasan dan relatif tidak berkelanjutan. 

Kalau areal meningkat dan tenaga kerja tersedia, produksi minyak sawit tentu akan meningkat. Tapi jika perluasan areal terhenti dan tenaga kerja langka, pertumbuhan produksi minyak sawit akan jalan ditempat dan bahkan cenderung menurun.

Biar yang semacam ini tidak menjadi fatal, Bungaran meminta agar industri sawit segera Industri sawit segara berbenah. 

"Industri sawit harus segera berubah dan naik kelas menuju sumber pertumbuhan baru yang lebih berkualitas; sumber pertumbuhan yang mengandalkan ilmu pengetahuan (knowledge) dan sumberdaya manasia kreatif atau yang sering juga disebut sebagai innovation-driven," katanya.

Menurut Bungaran, sumber pertumbuhan innovation-driven adalah cara peningkatan produktivitas minyak per hektar dari eksisting kebun sawit melalui inovasi teknologi dan sumberdaya manusia yang kreatif. 

"Strategi innovation-driven ini hampir tak ada batasnya dan lebih sustainable. Sepanjang inovasi terjadi secara berkesinambungan pada perkebunan sawit, peningkatan produktivitas minyak sawit dan efisiensi (penurunan biaya produksi) akan dimungkinkan terjadi," ujarnya.


 

Komentar Via Facebook :