https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Ingin Jadi Kampus Ramah Lingkungan, Universitas Abdurrab Taja Pelatihan Eco Enzyme

Ingin Jadi Kampus Ramah Lingkungan, Universitas Abdurrab Taja Pelatihan Eco Enzyme

Rektor Univ. Abdurrab, Prof Susi Endriani (tengah), CEO Yayasan Budaya Hijau Indonesia, HM Surya Yusuf MS (dua dari kiri), bersama instruktur pelatihan eco enzyme. Foto: dok.


Pekanbaru, Elaeis.co - Sudah lama Prof Susi Endriani PhD prihatin melihat sampah yang berserak di sepanjang perjalanan saat menuju kantor. Rektor Universitas Abdurrab Pekanbaru itu lalu mencari cara mengatasinya.

Sebagai akademisi, dia merasa memiliki tanggung jawab melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, terutama pengabdian kepada masyarakat. Dia yakin pasti ada solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi persoalan sampah. Dan penyelesaian yang diharapkan itu muncul ketika Susi dimasukkan ke dalam grup WA Relawan Eco Enzyme Indonesia (REEI) Riau.

“Kami merasa ilmu seputar eco enzyme (EE) sangat banyak yang bisa dimanfaatkan. Sekaligus bisa membuka peluang usaha dan meningkatkan kesejahteraan warga. Agar ilmu tentang EE makin menyebar luas di tengah masyarakat, maka Universitas Abdurrab bekerja sama dengan Yayasan Budaya Hijau Indonesia dan REEI Nasional menggelar seminar dan pelatihan," katanya, Sabtu (15/1).

Puluhan peserta dari Pekanbaru, Siak, Pangkalan Kerinci, Bangkinang, bahkan dari Gunung Tua, Sumatera Utara, berpartisipasi dalam pelatihan itu.

Menurut Susi, pelatihan yang juga diikuti civitas akademika itu menjadi kesempatan bagi Universitas Abdurrab untuk maju sebagai salah satu kampus yang ramah lingkungan. “Dan juga sebagai salah satu kampus yang bisa jadi trade mark bagaimana memanfaatkan sampah menjadi produk yang berguna dan bermanfaat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tukasnya.

“Saya diberi tahu, baru di Universitas Abdurrab dilakukan pelatihan EE dengan sembilan materi sekaligus. Kesempatan ini jangan disia-siakan peserta dan mahasiswa, harus dapat semua ilmunya,” tambahnya.

CEO Yayasan Budaya Hijau Indonesia, HM Batara Surya Yusuf MS, yang menjadi narasumber utama pelatihan itu mengatakan, EE pada dasarnya adalah mengolah sampah organik seperti kulit buah dan sisa sayur menjadi produk yang bermanfaat lewat proses fermentasi.

Salah satu pemanfaatan EE adalah sebagai desinfektan ramah lingkungan. Menurut Batara, salah satu universitas di Medan sudah menggunakan larutan EE sebagai desinfektan untuk toilet dan penjernih udara baik di kantor, ruang kuliah, maupun ruangan terbuka. “Pihak kampus mendesain becak dilengkapi kompresor dan drum, lalu keliling kampus menyemprotkan larutan EE untuk penjernihan udara,” ungkapnya.

Menurutnya, hampir semua sampah organik rumah tangga pada dasarnya bisa dibuat menjadi EE. “Intinya mengolah BS atau barang sisa menjadi produk yang berguna. Yang tidak bisa menjadi bahan untuk membuat EE itu yakni mahkota nenas dan biji buah. Enzim tersimpan antara kulit dan daging buah. Karena itu jangan dibuang kulitnya, masukkan semua,” katanya.

Karena dihasilkan lewat proses fermentasi, maka EE baru bisa dipanen setelah diperam selama 90 sampai 100 hari. “Kulit buah dan sisa sayur yang telah dicampur air non PAM dan molase atau gula merah disimpan dalam wadah kedap udara dan tidak kena cahaya matahari langsung. Selama penyimpanan, wadah tidak boleh dibuka agar tidak ada udara yang masuk. Wadah penyimpanan juga tidak boleh dekat dengan AC dan mesin lainnya,” jelasnya.

Menurutnya, EE memiliki aroma sesuai dengan bahan yang dipakai. Kulit jeruk dan nenas menghasilkan aroma yang lebih harum dibandingkan dengan EE berbahan sayuran.

Dia menambahkan bahwa proses fermentasi akan menghasilkan gas metana. “Kita membuat EE untuk menghilangkan yang kotor. Tapi proses pembuatan EE sendiri menghasilkan metana yang bisa mengotori udara. Maka untuk mengatasinya, taruh bunga sanseviera atau lidah mertua di dekat wadah penyimpanan EE. Semua gas yang dikeluarkan selama proses fermentasi akan diserap siang malam oleh bunga lidah mertua,” tukasnya. 


 

Komentar Via Facebook :