https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Inventarisir Masalah Perkebunan Sawit di Siak, DPR RI Temukan Dua Hal yang Bikin Petani Pusing

Inventarisir Masalah Perkebunan Sawit di Siak, DPR RI Temukan Dua Hal yang Bikin Petani Pusing

Ilustrasi-Reuters


Jakarta, Elaeis.co - Belum lama ini, Panja Pengembangan Sawit Rakyat Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Siak, Riau.

Kedatangan Komisi IV ini untuk menginventarisasi beragam masalah perkebunan kelapa sawit di Negeri Istana.

Anggota Komisi IV DPR RI, Darori Wonodipuro mengungkapkan, salah satu permasalahan yang dihadapi petani plasma di Kabupaten Siak saat ini larangan tumpang sari di lahan mereka yang sudah direplanting.

"Jadi karena larangan itu, selama lima tahun, sebelum sawit yang direplanting berproduksi kembali, petani tidak ada pemasukan lain. Maka itu kami rekomendasikan untuk kelapa sawit umur satu sampai tiga tahun bisa tumpang sari jagung. Jadi, setahun bisa dua kali panen. Saya minta bupati panggil perusahan mitra petani plasma, dicoba dulu lah seperti apa hasilnya nanam jagung berbarengan dengan kelapa sawit," kata Darori dikutip Elaeis.co dari siaran resminya, Senin (20/12).

Tak hanya soal itu, masalah pupuk juga masih menjadi keluhan para petani di Kabupaten Siak. Darori mengatakan, secara nasional kebutuhan pupuk petani mencapai 26 juta ton dengan anggaran Rp69 triliun. Tapi nyatanya, pemerintah hanya mengeluarkan anggaran Rp29 triliun atau hanya sekitar 9 juta ton (35 persen).

Hal tersebut menurut Darori, tentu menjadi masalah tersendiri bagi petani yang senantiasa dituntut untuk meningkatkan hasil pertaniannya.

"Nah kami punya data itu dari Kementan. Mestinya kita terbuka saja, makanya uang yang ada ini mau diapakan? Apakah dikurangi subsidinya? Misalkan, padi, jagung, kedelai diberikan subsidi pasca panen. Misalkan harga jagung jatuh hingga Rp3500, pemerintah tetap membeli di harga Rp4500, subsidinya dari uang Rp29 triliun itu, nah ini panjanya sudah jalan mudah-mudahan ini terealisasi," jelas Darori.

Terkait kelapa sawit, lanjutnya,saat ini ada sekitar, 3,5 juta hektare lahan sawit rakyat yang bermasalah. Lahan-lahan ini pun sudah berproduksi, namun sudah memasuki masa replanting tapi statusnya belum jelas, karena sebagain besar ada di kawasan hutan.

"Kita ingin tahu kondisi sebenarnya di lapangan seperti apa, sebab menurut data yang kita terima, ada sawit rakyat yang bermasalah sekitar 3,5 juta hektare saat ini. Makanya kita melihat benar gak itu, memang sebagian besar benar, sebagian tidak," kata Darori.

Permasalah itu pun kata Darori, akan ditindaklanjuti dalam panja yang telah dibentuk oleh Komisi IV. Menurutnya kebun yang berada di kawasan hutan, sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, rakyat diberi hak mengelola kelapa sawit di hutan maksimal seluas 5 hektare.

"Yang benar akan kita tindak lanjuti, supaya rakyat punya kepastian hukum, bahwa itu diberi hak-hak sesuai dengan UU Cipta Kerja," tuturnya.

Komentar Via Facebook :