Berita / Nasional /
IPOC 2024; Bersama Menghadapi Ketidakpastian Global
Nusa Dua, elaeis.co – Perhelatan akbar 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook diharapkan menjadi ajang strategis bagi pemangku kepentingan industri kelapa sawit untuk “merapatkan barisan” dan menghasilkan langkah-langkah strategis pula guna menghadapi tantangan yang dinilai makin berat.
Tantangan itu utamanya adalah kondisi global yang tak menentu yang dapat mengganggu kinerja industri sawit.
Tak ketinggalan, sejumlah regulasi dalam negeri juga dirasa sebagai hambatan yang tidak dapat dinafikan. Namun semua itu akan dihadapi bersama-sama dengan optimisme yang tinggi.
Begitulah kira-kira intisari sambutan yang disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, mengawali acara pembukaan konferensi dua hari tersebut, yang berlangsung di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, 7-8 November 2024.
Pada konferensi yang mengusung tema “Memanfaatkan Peluang di Tengah Ketidakpastian Global” itu, di awal sambutannya Eddy sudah mengakui kinerja industri sawit Indonesia saat ini menurun dibanding tahun lalu.
Ia mengungkapkan, hingga Agustus 2024, produksi mencapai 34,7 juta ton, dengan ekspor, termasuk biodiesel dan oleokimia, mencapai lebih dari 20,1 juta ton. Ekspor ini menyumbang devisaitar $17.349 juta, atau sekitar 10 persen Ada pun produksi mencapai 34,7 juta ton.
Sedangkan tahun lalu, “Selama periode yang sama produksi mencapai 36,2 juta ton, ekspor mencapai 21,9 juta ton, dan nilainya melampaui $20.597 juta. Kinerja ini lebih rendah dibanding tahun lalu,” ucap Eddy.
Menurunnya kinerja ini tak lepas dari kondisi global yang tak menentu. Eddy menyebut, konflik dan sengketa perdagangan yang sedang berlangsung, terutama antara negara-negara ekonomi besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, terus menciptakan ketidakstabilan.
Perang di Ukraina, konflik di negara-negara Timur Tengah, dan konflik regional lainnya menambah ketidakpastian ini, yang memengaruhi perdagangan dan investasi global.
Karena itu Eddy memprediksi, pertumbuhan ekonomi global tetap lamban. Banyak ekonom memperkirakan bahwa kondisi akan tetap tidak berubah atau melemah dalam waktu dekat, sehingga menimbulkan tantangan bagi industri di seluruh dunia, termasuk minyak sawit.
Industri minyak sawit sendiri mengalami volatilitas harga dan dinamika pasar karena pasar minyak sawit sangat sensitif terhadap fluktuasi harga energi, pertumbuhan ekonomi, kondisi cuaca, dan perubahan kebijakan di negara pengekspor dan pengimpor, preferensi konsumen, dan persaingan dari minyak nabati lainnya.
Persoalan lainnya, kata Eddy, adalah inflasi yang menyebabkan harga komoditas lebih tinggi, tetapi permintaan dan harga bervariasi karena aktivitas ekonomi global, dinamika rantai pasokan, dan ekspektasi pasar.
“Meskipun tingkat inflasi telah menunjukkan tanda-tanda mereda, namun tetap menjadi perhatian para pembuat kebijakan dan bisnis,” kata Eddy.
Saat ini, ia menambahkan, industri sawit menghadapi ketidakpastian yang signifikan karena potensi krisis pangan dan energi, serta hambatan perdagangan yang diberlakukan oleh negara-negara pengimpor, seperti EUDR (European Deforestation Regulation).
Nah, melalui forum IPOC 2024 ini, Eddy berharap Pemerintahan Prabowo Subianto akan mengambil langkah-langkah bijaksana untuk mempertahankan daya saing industri minyak kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan untuk kemandirian energi.
Terlebih, hal itu telah digariskan dalam Asta Cita, visi dan misi kerangka kerja "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.
“Tindakan utama meliputi penguatan praktik produksi berkelanjutan, menghindari regulasi yang kontraproduktif, dan mempercepat program penanaman kembali petani kecil,” ucap Eddy.
Semua itu dimaksudkan untuk memastikan rencana pemerintah meningkatkan mandat biofuel menjadi B50 pada tahun 2026 dapat terwujud tanpa memengaruhi kebutuhan pangan dan ekspor.
Selain itu, kata Eddy pula, advokasi untuk perdagangan bebas dan adil tetap penting, karena hambatan perdagangan apa pun akan meningkatkan biaya dan membebani industri.
“Saat kita menatap tahun 2025, kami tetap optimis. Dengan kebijakan pemerintah yang tepat, kami yakin industri minyak sawit dapat mencapai pertumbuhan yang stabil di tengah dinamika pasar dan ekonomi,” Eddy menegaskan.
Dua Dasawarsa Indonesian Palm Oil Conference
Perhelatan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC), yang merupakan hajat tahunan GAPKI, kali boleh dibilang sangat istimewa karena bertepatan dengan pelaksanaannya yang ke-20.
Usia dua dasawarsa jelaslah menunjukkan kematangan serta konsistensi GAPKI dalam mengelola program rutin tahunan yang amat penting bagi para pemangku kepentingan minyak nabati global dan komunitas minyak sawit Indonesia tersebut.
Tak mengherankan, acara yang dibuka secara virtual melalui rekaman video oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto itu pun sangat meriah, diikuti segenap pemangku kepentingan industri sawit, termasuk para ahli berbagai bidang yang relevan, dari dalam dan luar negeri.
Jumlah pesertanya sangat menggembirakan, terus meningkat dari tahun ke tahun. Seperti dikemukakan Ketua Panitia IPOC 2024 Mona Surya, peserta mencapai 1.509 orang dari 24 negara.
“Ini mencetak rekor baru dalam hal jumlah peserta,” ucap Mona, sumringah. Sementara peningkatan nilai sponsor tercatat 16%, melibatkan 37 perusahaan, 113 stan.
Konferensi dua hari ini menawarkan analisis komprehensif tentang pasar minyak nabati dunia, membahas peraturan global dan dampaknya terhadap industri minyak sawit,
Juga membahas kebijakan Indonesia, perspektif pasar dari negara-negara importir, dan dinamika penawaran-permintaan serta prospek harga untuk tahun mendatang.
Komentar Via Facebook :