https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Jadi Tersangka, Mantan Bupati Aceh Tamiang dan 2 Rekannya ditahan Jaksa

Jadi Tersangka, Mantan Bupati Aceh Tamiang dan 2 Rekannya ditahan Jaksa

Tiga tersangka kasus korupsi penguasaan lahan eks HGU PT Desa Jaya digiring oleh penyidik Kejati Aceh. Foto: Kejati Aceh


Banda Aceh, elaeis.co - Kejati Aceh menetapkan mantan Bupati Aceh Tamiang, Mursil, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penguasaan lahan eks hak guna usaha (HGU) PT Desa Jaya Perkebunan Alur Jambu, eks HGU PT Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti, dan penerbitan beberapa Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah negara. 

Mursil ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi bersama dua orang lainnya pada Jum'at 31 Maret 2023. Masing-masing T Yusni selaku Direktur PT Desa Jaya Alur Jambu dan PT Desa Jaya Alur Meranti dan T Rusli selaku penerima ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.

Namun ketiganya tidak langsung ditahan setelah menyandang status tersangka kasus korupsi. Penyidik Kejati Aceh baru melakukan penahanan setelah ketiganya menjalani pemeriksaan yang ketiga kali sebagai tersangka. Saat ini mereka dititipkan di Rutan Kelas II B Banda Aceh.

"Ketiga tersangka ditahan selama 20 hari," kata Plh Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, Deddi Taufik dalam keterangan resminya.

Perkara ini berawal pada tahun 2009 saat Rusli mengajukan permohonan sertifikat hak milik (SHM) di atas tanah negara yang berdekatan dengan Lahan eks HGU PT Desa Jaya Alur Meranti. SHM diperlukan agar bisa mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.

Menurut Deddi, Rusli dibantu oleh Mursil, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Aceh Tamiang, membuat permohonan kepemilian hak tanah dengan tujuan untuk bertani dan berkebun. SHM terbit pada tanggal 5 Juni 2009. Lalu beberapa hari kemudian Pemkab Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada Rusli atas tanah tersebut seharga Rp 6,4 miliar.

Terkait dengan PT Desa Jaya, menurut Deddi, perusahaan ini mendapatkan keuntungan ilegal yang berasal dari pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan sawit tanpa memiliki alas hak (Hak Guna Usaha/HGU) dan perizinan (Izin Usaha Perkebunan/IUP). Selain itu, kedua perusahaan tersebut tidak merealisasikan kewajiban 20 persen program kemitraan masyarakat atau dikenal dengan istilah plasma.
 

Komentar Via Facebook :