Berita / Nusantara /
Jangan Bilang PE Bebani Petani! (2)
Ketua Umum DPP Apkasindo, Ir. Gulat Medali Emas Manurung, MP mengatakan, adanya omongan sebahagian orang bahwa PE telah membebani petani justru pengkambinghitaman Kebijakan strategis pemerintah.
"Pihak pabrik tidak mau untung sedikit, lihat saja potongan TBS petani di pabrik, gila-gilaan. Antara 5-12%. Padahal aturan mainnya sudah jelas di Permentan bahwa tidak ada sama sekali menyebut potongan. Ini jelas tindakan pidana penipuan. Kalau mau jujur, potongan inilah sebenarnya salah satu faktor rendahnya penerimaan petani saat menjual TBS nya ke pabrik atau ke pedagang pengumpul, bukan PE. Tidak seberapa PE itu dibanding potongan TBS petani pekebun di pabrik. Untuk itu Apksindo lantang menyuarakan supaya menolkan potongan TBS di pabrik dan berlakukan PE. Dengan demikian dipastikan pendapatan petani naik. Coba bayangkan jika petani menjual 1 ton TBS nya di pabrik, maka yang dibayar oleh pabrik hanya 900 kg, sebab TBS dipotong 10% meski tidak jelas dasar hukumnya apa. Itu kalau asumsinya 1 ton, kalikan saja kalau TBS petani sampai 3 juta ton," urai Gulat kepada elaeis.co usai melakukan kunjungan ke Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Kamis (27/6).
Bagi Gulat, PE adalah bagian dari upaya pemerintah menyuruh pengusaha berkreasi mengolah CPO menjadi produk turunan. Multi effek pengolahan turunan CPO ini sangat bermanfaat bagi ekonomi Nasional. Ekonomi daerah akan bertumbuh, lapangan kerja terbuka.
"Kalau tidak mau kena PE 50 $US/ton CPO, pengusaha berkresilah mengolah CPO menjadi turunan lain, sebab turunan lain PE nya rendah. Berupayalah untuk lebih kreatif, jangan hanya jago di produk CPO. Kalau industri turunan tadi dikerjakan oleh pengusaha, dampaknya akan menyeluruh, harga TBS akan terkatrol, devisa negara dari bisnis kelapa sawit pasti akan jauh lebih tinggi jika CPO dijual dalam bentuk turunan," ujar Gulat.
Multi efek tadilah menurut Gulat yang diinginkan oleh pemerintah. Pada posisi ini pula diuji kenegarawanan para pengusaha, sampai dimana kecintaannya terhadap NKRI. Kecintaan tidak hanya diukur oleh seremonial, tapi juga manfaat ekonomi secara Nasional melalui produk CPO dan turunannya.
Lagi-lagi kata Gulat, yang keberatan dengan PE tadi hanyalah perusahaan yang cuma bermain di sektor hulu dengan produk akhir CPO. Mereka kebakaran jenggot lantaran selama ini cuma jago di penjualan CPO.
Lantaran tak senang ada PE kata Gulat, petani sawit diprovokasi untuk tidak sepaham dengan kebijakan PE tadi. Dalilnya, PE menjadi dalang turunnya harga TBS di tingkat Petani, karena PE tersebut dibebankan kepada bahan produk awal, TBS.
"Mengapa petani yang diprovokasi, lantaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola oleh 42 persen petani pekebun. Makanya sangat seksi kalau petani yang di ganggu," katanya.
Mantan Wakil Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu II, DR. Bayu Krisnamurthi sepakat kalau PE diberlakukan kembali.
Sebab PE sangat berguna untuk persawitan nasional. Salah satunya untuk kepentingan ketahanan energi dengan menciptakan biofuel yang akan sangat berdampak pada meningkatnya permintaan CPO di dalam negeri.
Abdul Aziz
Komentar Via Facebook :