https://www.elaeis.co

Berita / Pojok /

Jangka Benah Menyelesaikan Apa?

Jangka Benah Menyelesaikan Apa?

Seorang petani kelapa sawit di Rokan Hilir, Riau, menunjukkan patok kawasan hutan yang dipasangi oleh KLHK. foto: aziz


Oleh: Sudarsono Soedomo*)

Jangka benah digadang sebagai salah satu opsi penyelesaian kebun sawit di dalam kawasan hutan. Ini merupakan langkah yang sangat heroik, lucu, dan tragis. 

Dengan kemampuan dan anggaran yang sangat terbatas, pemerintah gagal memilih prioritas. Lebih mengandalkan nafsu ketimbang nalar. Pada akhirnya, lingkungan yang diharapkan tidak tercipta, tetapi rakyat akan menderita. 

Tulisan ini akan membahas peluang keberhasilan kebijakan jangka benah yang sangat kecil.

Klaim kawasan hutan telah menimbulkan problem sangat serius bagi kemajuan bangsa Indonesia. Padahal, klaim tersebut dilakukan dengan cara melanggar dan melindas Pasal 15 UU 41 tahun 1999. 

Banyak tanah yang telah digarap masyarakat selama puluhan, bahkan telah bersertipikat, mendadak diklaim berada di dalam kawasan hutan. Sebagian dari padanya ada yang ditanami sawit. Bagian inilah yang menjadi sasaran utama program jangka benah.

Jikapun benar bahwa tanah yang ditanami sawit tersebut adalah kawasan hutan, maka apakah pantas kawasan bertanaman sawit yang diprioritaskan, sedangkan kawasan hutan lain yang tidak produktif, seperti semak dan belukar, masih jutaan hektar? 

Pilihan jauh dari cerdas seperti itu adalah tidak terlepas dari inisiator di baliknya, yakni sebuah organisasi lembaga swadaya masyarakat (LSM). 

Dipilihnya sawit itu hanya untuk numpang kepopuleran sawit, bukan untuk memulihkan hutannya itu sendiri. 
Tentu saja donor dan LSM operatornya sama-sama ingin populer dan memberi kesan bekerja serius untuk mendapat kucuran dana lebih lanjut.

Apakah program jangka benah akan berhasil menghutankan kembali kebun sawit? Kemungkinan sangat besar tidak akan berhasil, seperti halnya kebijakan atau program kehutanan yang lain.

Dengan merekrut beberapa akademisi, kemungkinan besar program jangka benah akan berakhir dipublikasi tentang plot demonstrasi. 

Demonstrasi kecil-kecilan sangat mungkin dilakukan karena biaya yang diperlukan untuk memberi  kompensasi petani peserta tidak besar. Karena kompensasi yang memadai inilah beberapa petani bersedia berpartisipasi. 

Apakah kompensasi akan diberikan kepada seluruh petani sawit yang tanahnya akan dijangka benahkan? 
Kemungkinan besar, negara tidak akan mampu dan mau melakukannya.

Sebaiknya pemerintah melangkah dengan pijakan dunia nyata, bukan dunia maya yang penuh sandiwara. 

Kawasan hutan di Pulau Jawa juga telah lama mengalami kerusakan. Pengelolanya para sarjana, yang sangat paham tentang jangka benah. 

Itupun hutannya tetap bubrah, hingga datang kebijakan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) areal kerja tinggal setengah. 

Di beberapa tempat telah berkembang profesi baru, kita sebut saja petani sandiwara. Mereka menerima program apa saja dari berbagai LSM yang berbeda-beda. 

Modalnya cukup sederhana, yakni beberapa papan atau banner dengan pesan yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan dari LSM yang sedang mendanainya.


*) Guru Besar dan Peneliti Pusat Studi Sawit IPB University

Komentar Via Facebook :