https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Jika Dibangun, PKS Mini Harus Siap Bersaing

Jika Dibangun, PKS Mini Harus Siap Bersaing

Ilustrasi-tandan buah segar kelapa sawit. (Reuters)


Padang, elaeis.co - Petani kelapa sawit sangat ngotot memperjuangkan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) mini. Hal ini bertujuan agar hasil kebun terserap sempurna hingga kesejahteraan petani lebih terjamin.

Namun menurut Ketua GAPKI Sumbar, Bambang Wiguritno, jika pabrik mini berdiri, petani harus siap bersaing dengan korporasi yang notabenenya lebih besar. Sebab tidak dapat dipungkiri, petani akan lebih memilih menjual hasil kebunnya ke PKS yang membeli dengan harga lebih tinggi.

"Membangun PKS tentu ada tahapannya. Banyak juga yang harus diperhatikan, seperti kesiapan wilayah, berapa produksi kebun, terus kapasitasnya. Misalnya, PKS 20 ton pengolahan setiap jam, maka TBS yang diproduksi minimal 600 ton tiap hari. Nah, hal-hal itu harus dikonsepkan dulu," kata Bambang saat berbincang dengan elaeis.co, Kamis (7/7).

Jika kesiapan wilayah sudah mampu, maka hanya tinggal memaksimalkannya. Memang tidak saat ini petani di beberapa daerah sudah mengusulkan pembangunan PKS mini. Seperti Papua, Banten dan Kalbar. Sedangkan untuk Sumbar, justru belum ada pengusulan.

Sementara menurut Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPW APKASINDO Jambi, Dermawan Harry Oetomo menilai kesejahteraan petani akan lebih terjamin jika ada PKS mini milik petani 

"Saat ini produksi buah bagus, namun kondisinya tidak mendukung," kata dia.

Menurutnya, jika dalam suatu kawasan atau satu hamparan, satu desa, bahkan kecamatan terdapat kebun kelapa sawit yang dapat dimaksimalkan untuk memenuhi produksi PKS, seharusnya pemerintah melalui BPDPKS dapat membangun PKS. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan program sarana prasarana (sarpras) yang ada.

"Minimal dapat menampung hasil kebun masyarakat. Jadi petani tidak perlu menjual ke wilayah yang jauh dan berpotensi merusak jalan," kata dia.

Bahkan hal ini bisa menjadi perhatian meski hanya diusulkan oleh beberapa kelompok tani. Pemerintah daerah mestinya kata Harry, mengetahui potensi ini dan mengaktifkan BUMD guna mendukung para petani.

"Katanya petani pahlawan devisa negara, namun faktanya justru menjadi korban kebijakan yang ada," tuturnya.

"Saat ini sudah gawat darurat kondisinya, kita petani tidak bisa juga hanya menunggu dan melihat. Sebab sudah 10 tahun petani digini-giniin terus," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :