https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Kampanye Hitam Berpotensi Ganggu Ekspor Sawit Indonesia

Kampanye Hitam Berpotensi Ganggu Ekspor Sawit Indonesia

Ilustrasi sawit. Elaeis.co


Elaeis.co, - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menegaskan kampanye negatif dengan kedok lingkungan selama ini adalah bagian politik dagang internasional. 

Tujuannya negara importir bisa membeli CPO dengan harga murah. Fakta lain yang perlu diketahui bahwa isu kampanye negatif tentang sawit berbanding lurus dengan impor dari negara-negara UE.

“Ketergantungan Uni Eropa terhadap minyak sawit sangatlah tinggi. Makanya, Eropa ingin membeli UE CPO Indonesia dengan harga semurah mungkin,” kata Gulat, Jumat (30/7).

Gulat menyatakan Indonesia harus berani menyerang apabila sawit terus ditekan negara lain. Ibaratnya, “berhenti menjadi penjaga gawang” lalu beralih menjadi penyerang. Harus dipahami bahwa sebagian besar minyak kanola dan minyak bunga matahari dihasilkan oleh petani lokal di Eropa.

“Tak terbantahkan bahwa kampanye negatif tentang sawit bagian politik dagang. Produktivitas sawit yang jauh lebih tinggi membuat penggunaan lahan jauh lebih kecil dibandingkan minyak nabati lainnya. Kalau sawit di-phase out akan memicu deforestasi lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan dunia,” katanya.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan, maraknya kampanye negatif dinilai untuk menekan daya saing Indonesia di pasar internasional.

Lantaran, tingginya produktivitas komoditas dalam negeri seperti sawit yang menjadi ancaman bagi industri yang dihasilkan negara-negara di Uni Eropa.

“Sebenarnya, hambatan nontarif ini bagian persaingan dagang. Sawit, misalnya, ini head to head dengan minyak nabati lain di Eropa seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan kanola. Karena, minyak nabati non sawit ini kalah dari segi produktivitas dan harga. Akibatnya sawit terus diganggu dengan kampanye negatif,” jelas Kasan di Jakarta, Kamis (29/7/2021).

Kasan juga memaparkan bahwa kontribusi sawit terhadap ekspor non migas sebesar 13,6 persen sepanjang 2020. Capaian ini menunjukkan selama pandemi, industri sawit tetap tangguh. Sebab, kelapa sawit menjadi bagian dari bahan baku produk sektor makanan, kebersihan, dan kesehatan.

Meski demikian, di pasar internasional ekspor sawit Indonesia masih terus menghadapi tantangan dari hambatan non tarif seperti isu lingkungan dan kesehatan yang dikampanyekan sejumlah LSM internasional seperti yang dilakukan Greenpeace, Mighty Earth, Rainforest Action Network (RAN) dan lainnya belakangan ini.

Saat ini, hambatan utama perdagangan sawit masih berasal dari kebijakan non-tarif terutama di Uni Eropa. Maraknya kampanye negatif ditujukan menekan daya saing sawit. Lantaran, tingginya produktivitas minyak sawit menjadi ancaman bagi minyak nabati yang dihasilkan negara-negara di Uni Eropa.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Tungkot Sipayung menjelaskan bahwa kampanye hitam kepada komoditas alam seperti sawit dan produk kehutanan di Indonesia sudah berlangsung semenjak 1980-an, ketika perkebunan dan kehutanan mulai berkembang.

“Saat ini, kelapa sawit dan kehutanan diserang kampanye hitam karena menggunakan isu yang mengada-ada dan berlebihan. Beragam isu tadi harus diwaspadai karena dapat menekan daya Indonesia di pasar internasional,” ujar Tungkot. Okezone.

 

 

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :