https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Kangen Jaga Zapin

Kangen Jaga Zapin

Dr.Supardi, SH.,MH. saat mengurai apa itu Jaga Zapin. foto: ist


Pekanbaru, elaeis.co - Biasanya, begitu hasil penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit bermunculan dari berbagai provinsi penghasil sawit, Riau selalu berada di peringkat teratas. 

Tapi enam bulan belakangan, posisi itu sudah melorot ke level tiga dan bahkan sempat-sempatnya tergelicir ke posisi 6. 

Selain lantaran fluktuasi harga minyak sawit dunia, proses pembentukan harga di Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, ditengarai menjadi biang keroknya. 

"Kami sangat berharap program Jaga Zapin lebih intens lagi mengawal proses penetapan harga dan perhitungan Indeks K, seperti awal-awal program Jaga Zapin itu dijalankan," pinta Ketua DPW Apkasindo Riau, KH. Suher, kemarin.

Sebab menurut lelaki 57 tahun ini, setelah Jaga Zona Pertanian, Perekonomian dan Perindustrian (Jaga Zapin) itu ada lah makanya harga TBS petani di Riau langsung melejit ke peringkat tertinggi dari 22 provinsi penghasil sawit. 

"Sebelum Program Jaga Zapin ada, peringkat hasil penetapan harga sawit petani Riau hanya di kisaran 4 dan lima," ujarnya.  

Program Jaga Zapin tadi tak hanya mendongkrak dan mengawal harga, tapi juga telah menjadi pengawal hingga penetapan harga TBS Petani Sawit Mitra Swadaya dilahirkan oleh Gubernur Riau masa H.Syamsuar. 

Peristiwa ini menjadi catatan sejarah lantaran harga mitra swadaya yang dibikin Syamsuar tadi, menjadi satu-satunya di Indonesia.

"Jadi soal Jaga Zapin ini, perlu juga pemantapan dari Pak Kajati Riau yang sekarang. Pemantapan dan akselerasi Jaga Zapin ke tingkat kabupaten kota, tempat PKS-PKS itu berada," harapnya. 

Suher yakin, kalau Jaga Zapin tadi intens dijalankan, semua bakalan happy. Petani sawit happy lantaran mendapatkan keadilan harga TBS nya. Perusahaan juga happy lantaran mendapat kepastian hukum atas regulasi harga. 

"Lalu negara juga happy mendapat gelontoran pajak yang transparan dari penetapan harga Disbun," panjang lebar Suher mengurai.

Salah seorang anggota Tim Penetapan Harga (TPH) Disbun Riau, Mulono Apriyanto cerita, belakangan Indeks K yang menjadi senyawa penting pada penetapan harga TBS Kelapa Sawit petani, realtif stabil. Berada di kisaran angka 90-92. 

"Ini terjadi lantaran perusahaan sebagai penyedia data, sudah mulai terbuka terhadap sejumlah data yang dibutuhkan meski di antara data itu sebenarnya masih ada yang tidak jelas atau diragukan" katanya. 

Selain sudah mulai terbuka (transparan) kata Doktor Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, perusahaan yang ikut menjadi penyedia data juga semakin bertambah dan rajin hadir.
  
"Pada konteks pembentukan harga, kita butuh data. Semakin banyak data yang masuk, data itu akan lebih rigid dan akurat," terang lelaki 54 tahun ini. 

Apa yang terjadi dalam proses pembentukan harga itu menurut Mulono, tidak lepas dari efek program Jaga Zapin yang hadir sejak dua tahun silam. 
 
"Dulu sebelum Jaga Zapin ada, perusahaan Pabrik  Kelapa Sawit (PKS) yang menjadi penyedia data masih minim. Sudahlah minim, tidak transparan pula. Datanya sering masih gelondongan. Itulah makanya, saat rapat penetapan harga digelar, data itu diragukan," urai Mulono. 

Kalau data sudah diragukan, tentu akan langsung berdampak pada perhitungan Biaya Operasi Tidak Langsung (BOTL) dan Biaya Operasional Langsung (BOL). 

Maka tak heran bila BOTL sempat heboh dan jadi perhatian serius Kejati Riau yang saat itu baru saja dipimpin oleh Dr.Supardi, SH.,MH. 

Balik ke Jaga Zapin tadi, semula perusahaan penyedia data sempat kikuk lantaran saban rapat penetapan harga TBS yang digelar setiap Selasa, mendapat pengawasan melekat dari Kejati Riau. 

"Kita maklum saja, mungkin lantaran pihak perusahaan tidak terbiasa menengok Aparat Penegak Hukum (APH) hadir dalam rapat tim penetapan harga TBS petani," Mulono menduga.

Perlakuan Kejati Riau pada proses penetapan Indeks K yang dilakukan setiap bulan, juga begitu. Koordinator Pidsus dan Asdatun malah bergantian datang untuk melakukan pendampingan kepada tim penetapan harga. 

"Meski sempat kikuk, lama kelamaan suasana mencair juga. Ini tidak lepas dari kesadaran bersama bahwa tujuan Jaga Zapin tadi adalah menjaga keseimbangan ekonomi petani dan korporasi," katanya.

Hanya saja kata Mulono, frekwensi pengawasan di jaman Supardi menjadi Kajati Riau, jauh lebih sering ketimbang sekarang. 

______________________________________________________________________________________
Dua tahun lalu, persis setelah enam bulan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Supardi membidani Jaga Zapin. 

Program itu nongol setelah lelaki kelahiran Boyolali 28 April 1971 ini menelisik persoalan apa saja yang terjadi di sektor perkebunan yang ada di Riau. 

Tak butuh waktu lama, Doktor jebolan Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang kini menjabat Direktur Ekonomi dan Keuangan pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung ini menemukan bahwa ada empat persoalan penting yang terjadi di sektor perkebunan sawit. Salah satunya adalah persoalan harga TBS Kelapa Sawit petani. 

Maklum, selisih waktu antara kedatangan Supardi ke Riau dan hebohnya persoalan BOL dan BOTL yang disuarakan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), tergolong ringkas. 

Jaga Zapin jalan, petani sawit langsung merasakan dampaknya. Sebab itu tadi, Supardi rutin menyuruh anak buahnya melakukan pendampingan saat proses pembentukan harga dilakukan di Disbun Riau.

Atas apa yang dilakukan Supardi tadi, DPP Apkasindo pun mendapuk Supardi sebagai Pahlawan Petani Sawit Indonesia, persis di Hari Pahlawan 10 November 2022. 

Lalu setahun kemudian, Majalah Sawit Indonesia Award 2023 memberikan penghargaan kepada Supardi yang sudah memberikan perhatian serius kepada sektor hulu-hilir sawit Indonesia, khususnya di Riau.

Komentar Via Facebook :