https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Kata Tungkot, Subsidi Pakai Dana BPDPKS tidak Langgar Aturan

Kata Tungkot, Subsidi Pakai Dana BPDPKS tidak Langgar Aturan

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Dr Tungkot Sipayung. Foto: dok. pribadi


Jakarta, Elaeis.co - Pemerintah memutuskan menggunakan dana sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp3,6 trilyun untuk subsidi harga minyak goreng. Sejumlah kalangan menilai langkah itu tidak punya dasar hukum.

Tapi ekonom yang juga Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Dr Tungkot Sipayung, menilai langkah subsidi menggunakan dana BPDPKS sudah benar. Menurutnya, pemerintah diperbolehkan menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan ketahanan pangan.

"Dulu awalnya memang menurut Undang-undang Perkebunan Nomor 39 tahun 2014, peruntukan dana sawit yang dikumpulkan dari pelaku usaha ekspor CPO, yang pertama untuk peremajaan sawit rakyat (PSR). Lalu promosi, riset dan pengembangan, pendidikan dan infrastruktur. Itu saja," katanya kepada Elaeis.co, Jumat (7/1).

"Kemudian di dalam perpres dan PP yang dikeluarkan pemerintah sebagai aturan pelaksanaannya, itu diperluas penggunaannya kepada bahan bakar nabati (BBN), dan termasuk juga kepada ketahanan pangan. Oleh karena itu, boleh saja untuk stabilisasi harga minyak goreng dalam negeri. Jadi, memang per hari ini, dasar aturannya itu ada," tambahnya.

Tungkot sendiri menilai kenaikan harga minyak goreng adalah hal yang tidak bisa dielakkan. Katanya, kenaikan ini dipengaruhi oleh melonjaknya harga minyak nabati dunia.

"Memang terasa agak lucu. Indonesia negara produsen terbesar sawit, kok bisa harga minyak goreng di dalam negeri mahal. Tapi itu memang kondisinya sekarang. Karena perubahan harga minyak nabati dunia, bukan hanya sawit. Sehingga minyak goreng yang dipasarkan dalam negeri otomatis juga mengikuti harga internasionalnya," jelasnya.

Ia bahkan menilai harga minyak goreng di pasaran saat ini masih terbilang murah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk Malaysia. 

"Sebenarnya tidak persis sama harga internasional dengan harga dalam negeri, karena ada pajak ekspor dan pungutan ekspor. Tapi harga dalam negeri yang saat ini sampai Rp 20 ribu per liter, itu sebenarnya masih lebih murah dibandingkan di negara lain seperti Malaysia. Apalagi kalau dibandingkan dengan Singapura dan Eropa," tukasnya. 


 

Komentar Via Facebook :