https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Kebijakan KLHK Rugikan Petani Transmigrasi Jambi

Kebijakan KLHK Rugikan Petani Transmigrasi Jambi

Ilustrasi-elaeis


Jambi, elaeis.co - Boleh dibilang, kawasan transmigrasi di Sumatera menjadi salah satu sentra Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah bagi Indonesia.

Pembangunan transmigrasi telah mewujudkan kantong-kantong atau sentra produksi komoditas pangan dan perkebunan seperti kelapa sawit.

Namun, apa jadinya jika program yang kerap digaungkan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sawit, terhalang dengan aturan yang dibikin pemerintah sendiri.

Seperti, yang dialami petani sawit transmigrasi di Provinsi Jambi. Petani di sana kesulitan mengikuti program PSR lantaran berbenturan dengan SK KLHK tentang Batas Kawasan Hutan.

"Jadi, KLHK memasukkan lahan transmigrasi merupakan kawasan hutan. Tentu aturan ini sangat merugikan masyarakat transmigrasi. Sebab, gara-gara aturan itu petani transmigrasi tidak bisa ikut PSR," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SAMADE Jambi, Suroso saat bincang-bincang dengan elaeis.co melalui telepon seluler, kemarin.

Dengan dimasukkannya kebun sawit milik masyarakat transmigrasi dalam kawasan hutan, otomatis syarat untuk mendapatkan duit Rp30 juta per hektare dari BPDPKS itu dipastikan tidak bisa didapat petani transmigrasi.

"Jadi, petani tidak boleh mengikuti program PSR. Sebab kebun-kebun yang ada di sana dianggap masuk kawasan hutan. Tentu kebun sawit yang masuk kawasan hutan, tidak bisa mengikuti PSR. Sebab lahannya masuk dalam kawasan milik negara," ujarnya.

Suroso menganggap kebijakan KLHK itu sepihak. Sebab, rata-rata kebun atau lahan di transmigrasi Indonesia punya sertifikat resmi dari BPN.

"Nah, padahal jika dipikir-pikir, mengeluarkan SK Menteri Kehutanan lebih mudah daripada mengeluarkan sertifikat tanah dari BPN. Jadi kebijakan dari KLHK itu tidak hanya merugikan petani, namun merugikan negara. Sebab PSR yang notabenenya program negara tidak bisa dilakukan," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :