https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Kehilangan Penghasilan, Peserta PSR Jadi Tukang Pemecah Batu

Kehilangan Penghasilan, Peserta PSR Jadi Tukang Pemecah Batu

Mustafa Kamal terpaksa beralih profesi dari petani sawit menjadi pemecah batu. Ia kehilangan penghasilan setelah sawitnya di-replanting (Dok. pribadi)


Subulussalam, Elaeis.co - Usianya sudah 51 tahun. Tak pernah terbayang di benak Mustafa Kamal akan menjadi pemecah batu saat usianya memasuki masa senja.

Namun pekerjaan itu terpaksa dilakoni karena dia tak punya penghasilan lagi sejak menjadi peserta program peremajaan sawit rakyat (PSR) tahun 2019 silam.

Awalnya, petani sawit swadaya di Kotamadya Subulussalam ini sangat berharap pada program peremajaan sawit rakyat (PSR).

“Enam hektar luas lahan sawit keluarga kami. Dua hektar sudah saya kasih ke anak yang tertua dan sudah berkeluarga. Yang empat hektar saya olah sendiri biar ada makan untuk keluarga,” ayah lima anak itu memulai cerita kepada Elaeis.co, Senin (24/8/2021) pagi.

Sekitar akhir tahun 2018 dia memutuskan ikut PSR setelah mendengar sosialisasi tentang program pemerintah pusat tersebut. “Saya ikut melalui KUD Semarak Jaya yang waktu itu dipimpin oleh Pak Ir Netap Ginting,” katanya.
 
“Waktu sosialisasi, para calon peserta PSR diberi tahu akan ada dana puluhan juta per hektar dengan luas kebun maksimal empat hektar. Juga ada bibit berkualitas, perawatan kebun. Agar ada penghasilan peserta PSR menunggu sawit panen, akan diajari melakukan tumpang sari di sela-sela kebun sawit,” kisahnya.

Semua yang disosialisasikan itu diingat betul oleh Kamal. “Saya berani ambil keputusan ikut PSR setelah ada wacana tumpang sari,” ucapnya.

Namun kenyataan yang dia hadapi tak seindah yang disosialisasikan. “Tak ada itu tumpang sari. Perawatan kebun saya pun baru ada setelah viral di YouTube dan terbit di media anda,” sebutnya.

Sebelum diremajakan, menurutnya, kebun enam hektar itu bisa menghasilkan Rp 10 juta per bulan. “Kini semua sudah di-replanting, tak ada duit saya. Terpaksa saya jadi tukang pemecah batu,” keluhnya.

Kalau mujur, ia bisa mendapatkan Rp 150 ribu per hari dari pekerjaan itu. Tak ada pemasukan lain, hanya itu yang bisa dia bawa pulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

“Anak saya yang pertama sudah berkeluarga, sudah lepas tanggung jawab. Anak kedua bulan September nanti mau wisuda, tapi belum ada duit saya untuk keperluan dia nanti,” katanya.

Anak ketiganya terpaksa dimasukan ke pesantren karena dia merasa tak sanggup menyekolahkannya ke sekolah formal. Sementara anak keempat dan kelima masih duduk di bangku SMP dan SD.

“Yang SD kena luka bakar beberapa waktu lalu, kena dari leher hingga tangannya. Kalau ada rezeki, mungkin anak saya akan dioperasi rekonstruksi kulit,” ungkapnya.

“Beruntung saya masih jadi peserta BPJS Kesehatan sehingga perawatannya bisa tetap dilaksanakan secara rutin,” tambahnya.

Netap Ginting, yang saat ini menjabat sebagai Ketua APKASINDO Subulussalam, mengaku prihatin atas kondisi yang dialami Mustafa Kamal. 

Ia tidak menampik semua yang diucapkan Mustafa Kamal tentang isi sosialisasi PSR. “Dan memang itu sudah saya rancang. Tapi apa boleh buat, sebelum saya mewujudkan program PSR, saya sudah digeser dari posisi sebagai Ketua KUD Semarak Jaya,” jelasnya.

Ia sendiri tidak berdiam diri atas apa yang terjadi pada Mustafa Kamal. Ia mengaku telah membuat video tentang kondisi Mustafa Kamal dan disebar melalui aplikasi YouTube. “Media lain pun telah mengekspos kondisi beliau,” pungkasnya.

Komentar Via Facebook :