https://www.elaeis.co

Berita / Internasional /

Kekurangan Tenaga Kerja, Industri Sawit Terancam Hancur

Kekurangan Tenaga Kerja, Industri Sawit Terancam Hancur

Ilustrasi tenaga kerja asing di kebun sawit di Sarawak, Malaysia (Sarawakreport.org)


Jakarta, Elaeis.co - Industri Sawit di Negara Bagian Sarawak, Malaysia, berada di ambang kehancuran karena kekurangan tenaga kerja. Pandemi Covid-19 menghentikan perekrutan pekerja asing.


Penduduk setempat umumnya menghindar dari pekerjaan di industri sawit. Akibatnya, pabrik, perkebunan kelapa sawit, maupun petani kecil, sangat bergantung pada pekerja asing. Kekurangan tenaga kerja menyebabkan produktivitas anjlok.


Statistik dari Dewan Minyak Sawit Malaysia menunjukkan bahwa Sabah dan Sarawak mengumpulkan total 15,246 juta ton tandan buah segar (TBS) dari Januari hingga Mei tahun ini. Angka tersebut turun 970.350 ton atau sekitar enam persen dari periode yang sama tahun lalu.


Pembekuan penerimaan tenaga kerja asing (TKA) diberlakukan sejak terbitnya Movement Control Order (MCO) pertama pada 18 Maret 2020. Selama periode tersebut, TKA yang telah kembali ke negara asalnya tidak diperbolehkan kembali masuk ke Malaysia.


Pada 23 Desember 2020 Wakil Perdana Menteri Datuk Amar Douglas Uga Embass memutuskan untuk mengizinkan mempekerjakan pekerja asing di Sarawak mulai 1 Januari 2021. Namun hingga kini persoalan kurangnya tenaga kerja di kebun sawit belum terselesaikan.


Menurut Presiden Asosiasi Pemilik Perkebunan Kelapa Sawit Sarawak (Supoa) Andrew Cheng, mayoritas orang Malaysia yang bekerja di industri kelapa sawit dipekerjakan di tingkat manajemen dan karyawan. “Sedangkan operasi lapangan ditangani TKA yang jumlahnya mencapai 80 persen dari jumlah pekerja di perusahaan,” katanya, dikutip Memo-x.com, kemarin.


“Bahkan di saat harga minyak sawit mentah yang baik saat ini, para petani tidak dapat memperoleh manfaat karena kekurangan pekerja yang parah. Pandemi Covid-19 mencegah masuknya pekerja asing,” katanya.


Menurutnya, situasi kekurangan tenaga kerja yang parah di Sarawak mirip dengan yang terjadi di Semenanjung Malaysia. Meskipun memasang iklan dan tawaran pekerjaan lain di banyak surat kabar, media sosial, atau siaran radio, jumlah penduduk lokal yang melamar pekerjaan di perusahaan pertanian masih sangat rendah.


“Penduduk lokal selektif dalam hal pekerjaan pertanian, yang oleh penduduk setempat dianggap 4-D (kotor, keras, berbahaya dan merendahkan),” katanya.


“Anak muda Malaysia saat ini terlalu berpuas diri dan tidak tahan dengan lingkungan pertanian yang menantang meski dengan tawaran upah tinggi. Beberapa dari mereka tidak memiliki stamina atau mentalitas untuk menanggung kesulitan, mayoritas dari mereka tidak sanggup putus asa atau lapar. Itu sebabnya industri kelapa sawit tidak memiliki pilihan selain mempekerjakan pekerja asing yang lebih bersedia bekerja keras untuk memberi makan diri mereka sendiri dan keluarga mereka di negaranya,” tambahnya.

Komentar Via Facebook :