Berita / Bisnis /
Kemendag Hilang Arah, Sawit Jadi Korban
Sumbar, elaeis.co - Kebijakan Kemendag terkait Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) tengah menjadi sorotan berbagai pihak. Kebijakan ini dinilai berdampak terhadap terkoreksinya harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani.
Ketua DPW Apkasindo Sumatera Barat (Sumbar), Jufri Nur menjelaskan sejak awal Apkasindo telah menyampaikan usul dan syarat. Jika syarat tersebut terpenuhi maka pihaknya mengaku mendukung kebijakan Kemendag tersebut dengan tujuan menjaga stabilisasi harga minyak goreng melalui Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
"Ya kami sudah wanti-wanti resiko dan syarat yang harus terpenuhi untuk antisipasi kegaduhan, karena memang sangat rentan, seperti harga DPO (Rp9.300) jangan menjadi patokan pembelian harga TBS petani," katanya kepada elaeis.co, Sabtu (29/1/2022).
Syarat berikutnya kata Jufri, yakni pemerintah perlu membuat lembaga penampung (tangki sentral) CPO dari kewajiban DMO 20%. Dimana nantinya produsen minyak goreng mengambil CPO dari lembaga penampung ini. Langkah ini dapat diberlakukan agar data lebih akurat dan jelas bahkan juga transparan penggunaannya.
Jufri menilai Kemendag perlu memperbaiki tata kelola industri minyak goreng melalui distribusi pabrik minyak goreng di sentra perkebunan rakyat. "Kalau saja usulan kita itu terpenuhi, maka kecil kemungkinan akan terjadi kekisruhan seperti ini," terangnya.
Pria yang akrab di sapa Feri itu juga mengatakan mengotak-atik pasar sangat sensitif dalam suatu rangkaian rantai pasar dan sangat beresiko negatif. Seperti saat ini minyak goreng justru hilang hampir di semua pasar dan swalayan. Hal ini dinilainya akibat dari ketidakpastian dan plin - plannya Kemendag. Malah semua pihak sangat dirugikan.
"Sangat rentan dengan permainan spekulan pasar CPO dan produsen minyak goreng. Faktanya itu yang terjadi, semua perusahaan tender CPO Domestik terkhusus PKS-PKS ambil kesempatan ambil keuntungan dengan membuat issu DPO Price Rp.9.300 berlaku 100%," tuturnya.
Dicontohkan Jufri dari tender di KPBN kemarin, hasil monitor DPP Apkasindo tampak indikasi spekulan bermain dengan menawar Rp11.000 harga CPO. Bahkan ada yang sampai menawar Rp8.000.
"Ini gak masuk akal, penawarannya turun Rp4.000 sampai Rp.7000. Disaat yang bersamaan harga CPO Internasional Malaysia dan Roterdam pada posisi naik dan para peserta tender tau akan posisi harga CPO dunia yang sedang trend naik," paparnya.
"Saya melihat spekulan ini bekerja secara terstruktur, sistematis dan masif. Lebih gawatnya, dasar penawaran saat tender sudah dijadikan PKS-PKS untuk menekan harga beli TBS petani, padahal masih pada posisi tawar-menawar (tender).
Patut dipertanyakan nasionalismenya peserta tender yang menawar rendah tersebut," imbuhnya.
Harusnya terang Jufri, semua pihak saling menjaga, karena jika harga CPO dilemahkan saat tender, maka TBS petani terimbas anjlok pula. Efek dominonya sangat liar, sekalipun itu masih proses tender, belum ketetapan KPBN saat itu.
"Yang pasti kami sejak dini sudah memperingatkan Kemendag resiko DMO dan DPO. Pilihan Kemendag ini tidak jelek, namun antisipasi resikonya tidak siap dan diperparah perusahaan peserta tender tidak punya hati dan PKS-PKS membabibuta membanting harga TBS Petani. Ya para spekulan akan bermain ambil untung yang berlebih dan Kemendag kelabakan tanpa "kompas" untuk menuju rencana semula dan jalan untuk pulang pun sudah berganti arah," bebernya.
Jufri menilai Kemendag sangat terburu-buru menetaskan strategi DMO dan PSO ini. Harusnya kebijakan subsidi minyak goreng di Permen Kemendag 03/2022 dipertahankan dulu sampai resiko tadi terpetakan. Kemudian juga dipersiapkan antisipasi resikonya, jika itu terpenuhi pihaknya mengaku akan mendukung kebijakan tersebut
"Tidak perlu harus sampai 6 bulan berjalannya subsidi, namun sambil dipersiapkan antisipasi yang terukur terkait penerbitan kebijakan DMO dan DPO. Sementara Permendag Nomor 06/2022 sudah terlanjur diterbitkan dan sudah mengamanahkan Permendag Nomor 03/2022 mulai tanggal 31 Januari sudah tidak berlaku lagi," rincinya.
Kendati demikian menurut Jufri masih ada waktu untuk berbenah. Caranya Kemendag harus memberikan peringatan keras kepada PKS-PKS yang tidak patuh kepada harga tender CPO KPBN, karena tidak ada alasan mereka tidak patuh. Sebab struktur pasar domestik dan internasional sangat mendukung dengan harga yang ditetapkan oleh KPBN.
"Kami petani sawit dari Sabang-Merauke mendukung kebijakan KPBN, 24 jam kami mengamati pergerakan kegaduhan ini. Jika PKS-PKS masih membandel membeli harga TBS petani dengan alibi DPO Rp.9.300 berlaku 100%, maka kami petani Apkasindo mengusulkan supaya izin dari PKS nakal tersebut dicabut atau dibekukan saja (evaluasi). Biar menjadi pembelajaran," tegasnya.
"Yang Pasti, sejarah telah mencatat bahwa sepanjang sejarah baru ini pernah terjadi penurunan pembelian TBS petani turun terkoreksi sampai 30% disaat tender KPBN sudah diumumkan di angka Rp.15.402.
Kemendag harus gerak cepat menegur korporasi dan PKS yang justru ambil kesempatan raup untung besar dimasa peralihan Regulasi Kemendag. Perpres 01 Tahun 2018 dan Pergub tentang Tataniaga TBS harus menjadi rujukan Dinas Perkebunan tiap Provinsi mengontrol harga TBS Petani, ini situasi KLB (kejadian luar biasa), semua pihak harus menahan diri untuk tidak bertindak konyol," timpalnya.
Komentar Via Facebook :