Berita / Nusantara /
Kemenprin Yakin Sawit Bisa Pulihkan Ekonomi
Jakarta, Elaeis.co - Dengan luasan 7,17 juta hektare atau 44% dari total 16,3 juta hektare luas kebun kelapa sawit Indonesia, Kemenprin yakin perkebunan rakyat bisa menjadi sumber bahan baku industri hilir sawit.
“Rantai nilai industri kelapa sawit telah tersambung mulai dari kebun, pabrik kelapa sawit, industri hilir hingga konsumen akhir, menjadikan sektor ini berpotensi sebagai penghela pemulihan ekonomi nasional dalam rangka persiapan skenario pascapandemi,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika dalam keterangan tertulis, Jumat (22/10).
Oleh karena itu, Kemenperin menjadikan industri pengolahan kelapa sawit sebagai salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan, sehingga perlu dijaga aktivitas produksinya selama masa pandemi.
Melalui penerbitan dan pengawasan Izin Operasional Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI), industri hilir kelapa sawit dikategorikan sebagai sektor kritikal yang dapat beroperasi 100% selama masa pandemi dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Kami juga memfasilitasi melalui pemberian Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sekitar USD6 per MMBTU sesuai Perpres Nomor 40/2016. Fasilitas tersebut telah diimplementasikan lebih dari 20 pabrik oleokimia turunan minyak sawit dari 11 perusahaan,” sebut Putu.
Dia menekankan, langkah Kemenperin untuk mengadvokasi penentuan tarif pungutan ekspor kelapa sawit, CPO dan turunannya merupakan strategi yang sangat jitu dalam mendorong hilirisasi industri kelapa sawit.
Sejak tahun 2011, Kemenperin konsisten dalam mengusulkan tarif pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya secara progresif sesuai rantai nilai industri dan harga CPO internasional sebagai harga referensi bulanan.
“Struktur pentarifan tersebut dinilai lebih pro-industri pengolahan,” tegas Putu.
Hal ini lanjut Putu juga sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Tarif Pungutan Dana Perkebunan, yaitu PMK Nomor 133/2015 juncto PMK 76/2021 dan PMK tentang Tarif Bea Keluar yaitu PMK Nomor 128/2011 juncto PMK Nomor 166/2020.
Melalui dua kebijakan strategis, yaitu Harga Gas Bumi Tertentu untuk sektor industri oleokimia, dan Tarif Pungutan Ekspor progresif, membawa dampak positif pada kurun waktu tahun 2012-2014 dan tahun 2017-2020, yakni terjadi pertumbuhan investasi industri hilir pengolahan sawit yang menggembirakan.
“Rencana perluasan investasi industri oleokimia di Kawasan Industri Sei Mangkei menjadi contoh pencapaian hasil kebijakan pro-industri tersebut, demikian juga dengan investasi industri biodiesel di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo,” ungkap Putu.
Kemenperin juga mendukung langkah pemangku kepentingan untuk menjadikan produk hilir kelapa sawit Indonesia berpredikat ramah lingkungan.
Industri perkelapasawitan Indonesia diwajibkan mematuhi prinsip ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang mengatur best practice berkelanjutan (sustainable) dan ketertelusuran tinggi (traceable).
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan citra ramah lingkungan dan lestari berkelanjutan sehingga sejalan dengan tren green products yang disukai oleh konsumen global serta memperkuat akses pasar ekspor produk kelapa sawit Indonesia.
“Kami juga mendorong penggunaan teknologi informasi berbasis ICT dalam kerangka program Making Indonesia 4.0, dalam hal operasional industri di tingkat shop floor dan juga dalam hal ketertelusuran (traceability) produk hilir kelapa sawit sesuai dengan standar sustainable palm oil yang berlaku global,” pungkas Putu.
Komentar Via Facebook :