Berita / Bisnis /
Kinerja Ekspor Juli Turun, Ekonom Bilang Jangan Khawatir
Jakarta, Elaeis.co - Penurunan kinerja ekspor secara bulanan pada Juli 2021 diperkirakan hanya temporer. Indonesia tetap berpeluang mendorong kinerja ekspor dengan memanfaatkan pasar-pasar dengan permintaan tinggi.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor Indonesia pada Juli berada di angka US$17,7 miliar, turun 4,53 persen secara month to month (m-t-m) dan melanjutkan kenaikan secara tahunan sebesar 29,32 persen. Penurunan ekspor pada Juli 2021 terjadi di tengah pemberlakuan PPKM di dalam negeri.
Pasar tujuan ekspor dengan penurunan terbesar mencakup China dengan nilai pengurangan US$566,4 juta secara bulanan, Jepang sebesar US$169,2 juta, dan Filipina turun US$136,4 juta.
Dari sisi kelompok produk penyumbang penurunan terbesar, besi dan baja menyumbang penurunan sebesar US$409,5 juta, disusul penurunan ekspor kendaraan dan bagiannya sebesar US$177,6 juta, dan mesin dan peralatan mekanis turun US$106,2 juta.
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, penurunan bulanan ekspor tidak lepas dari faktor China sebagai pasar utama besi dan baja Indonesia.
“Sekitar 75 persen ekspor besi dan baja Indonesia tujuannya ke China. Dan 25 persen dari total ekspor ke China adalah besi dan baja. Jadi efeknya memang signifikan jika terjadi penurunan permintaan dari sana,” kata Yose, dikutip Bisnis.com.
Dia menjelaskan bahwa turunnya permintaan besi dan baja dari China tidak terlepas dari kebijakan pemerintah setempat untuk mulai menerapkan pemangkasan kapasitas dan produksi komoditas tersebut. Hal ini merupakan langkah Beijing untuk menjalankan komitmen pengurangan emisi, mengingat industri besi dan baja dianggap sebagai salah satu aktivitas dengan jejak karbon dan dampak lingkungan yang besar.
Mengutip laporan Biro Statistik Nasional China, produksi besi dan baja pada Juli turun 7,6 persen dibandingkan dengan Juni 2021 menjadi 86,79 juta ton. Angka ini juga turun 8,4 persen dibandingkan dengan produksi pada Juli 2020 yang mencapai 93,36 juta ton.
Selain faktor di atas, Yose menyebutkan bahwa penurunan ekspor turut dipicu oleh situasi produksi nasional yang terkendala akibat kebijakan PPKM. Pembatasan kapasitas industri manufaktur lantas berdampak pada volume barang yang bisa diekspor.
“Jadi ada faktor sisi produksi dan permintaan, terutama di negara seperti China dan negara Asia lainnya mulai memperlihatkan penurunan pada Juli di tengah kehatian-hatian terhadap pandemi,” lanjutnya.
Meski demikian, Yose menilai situasi ini cenderung bersifat sementara waktu, akan berubah jika negara tujuan bisa mengendalikan penyebaran virus Covid-19 dan meningkatkan level vaksinasi. Dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika utara, tingkat vaksinasi di mitra dagang utama di Asia Timur dan Asean cenderung memiliki tingkat vaksinasi yang belum tinggi.
“Ini tergantung bagaimana aspek kesehatan, apakah bisa ditanggulangi atau tidak di Indonesia. Jika jawabannya bisa, tinggal bagaimana permintaan di negara sekitar kita. Kelihatannya penurunan hanya temporer karena masih perlu waktu untuk meningkatkan vaksinasi,” kata Yose.
Komentar Via Facebook :