Berita / Nusantara /
Komisi II DPRD Riau Datangi Disbun Sumut, Ada Apa?
Medan, elaeis.co - Pemerintah terus berupaya mengembangkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Salah satunya dengan melaksanakan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Hampir semua provinsi sentra sawit sudah menjalankan program ini. Namun capaian yang diraih masing-masing daerah berbeda-beda.
Untuk mendapatkan gambaran terkait pelaksanaan PSR di Sumatera Utara (sumut), sejumlah Anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau, sengaja bertandang ke Dinas Perkebunan (disbun) Provinsi Sumut. Rombongan yang dipimpin oleh H Syafruddin Iput sebagai Ketua Komisi II diterima langsung oleh Kepala Dinas Perkebunan Sumut, Ir Lies Handayani Siregar MMA.
Kepada para tamunya Lies lantas menjelaskan panjang lebar tentang PSR yang dilaksanakan untuk membantu pekebun sawit rakyat meningkatkan produksi, produktivitas, daya saing, dan pendapatan.
"PSR juga berperan sebagi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mampu menyerap banyak tenaga kerja di masa pandemi Covid-19," jelasnya melalui keterangan resmi Disbun Sumut.
Sejak PSR dilaksanakan di Sumut tahun 2017 silam, kebun sawit rakyat yang telah memperoleh rekomendasi teknis (rekomtek) dari Ditjenbun Kementerian Pertanian mencapai 21.800,9355 hektare. Kebun tersebut dikelola 184 Kelompok Tani/Gabungan Kelompok Tani/Koperasi yang tersebar di 15 kabupaten sentra penghasil kelapa sawit di Sumut.
"Untuk tahun 2022 ini, Sumut ditetapkan dapat target PSR oleh Ditjenbun sebesar 10.500 hektare," sebutnya.
Diakuinya bahwa dalam pelaksanaan PSR masih ditemui berbagai permasalahan atau kendala terutama terkait legalitas lahan.
"Status lahan dalam usulan PSR tidak boleh berada di kawasan hutan dan kawasan lindung gambut, dibuktikan dengan surat keterangan dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH). Juga tidak berada di lahan Hak Guna Usaha (HGU) berdasarkan keterangan dari kantor pertanahan," bebernya.
Dia juga menekankan perlunya mengawal petani peserta PSR agar tidak tergiur dengan bibit abal-abal. "Baik di Provinsi Riau maupun Sumut, masih banyak beredar benih yang murah tanpa sertifikat," sebutnya.
"Selisih harga perlu diwaspadai, jangan sampai petani menyesal di kemudian hari. Benih yang bersertifikat dapat ditelusuri riwayatnya. Dapatkan benih yang legitim dengan mengikuti prosedur peredaran benih oleh pemerintah, jangan terpengaruh dengan harga miring karena fatal akibatnya apabila salah memilih benih," tambahnya.
Kendala lain dalam pelaksanaan PSR adalah minimnya dana monitoring dan evaluasi.
"Lahan yang harus dipantau cukup luas, hingga 250 hektare, tentu tidak mampu jika hanya diturunkan 1 pendamping. Ketersediaan SDM yang minim di kabupaten juga menjadi permasalahan dalam pelaksanaan PSR," paparnya.
Komentar Via Facebook :