Berita / Sumatera /
KPPU Awasi Kemitraan Sawit
Pekanbaru, Elaeis.co - Kendati industri kelapa sawit sudah menjadi komoditas unggulan, dan mampu berkontribusi besar pada perekonomian nasional, namun pada perkembangannya masih menghadapi banyak tantangan.
Permasalahan kongkrit yang dihadapi industri sawit seperti kemitraan usaha, kemitraan petani, legalitas lahan usaha perkebunan hingga Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Terkait dengan persoalan itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) punya kapasitas untuk mengawasi pelaksanaan program tersebut sesuai UU No 20/2008 jo PP No. 17/2013, dan diperkuat kembali dengan UU No 11 tahun 2020 jo PP No. 7/2021.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Kordinator Wilayah I KPPU, Ridho Pamungkas. Menurutnya, anjuran pemerintah dalam program kemitraan dilakukan bertujuan menjadi salah satu jalan keluar peningkatan produktivitas petani sawit dan berkelanjutan industri.
"Jika ada yang coba-coba memonopoli perdagangan demi kepentingan perusahaan bakal kita sikat," kata dia kepada Elaeis.co Sabtu (6/11).
Dia mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pada pasal 26 sudah sangat jelas. Ada 6 pola kemitraan yang disebutkan, salah satunya adalah inti-plasma. Program tersebut, diharapkan dapat memberdayakan, membangun dan mengembangkan sektor industri perkebunan kelapa sawit melalui sistem kerjasama yang saling menguntungkan.
Selanjutnya, juga disebutkan untuk saling mengisi, terintegrasi dan berkesinambungan sehingga petani dapat mengatasi keterbatasannya dan terfasilitasi kebutuhan dalam menjalankan usahanya.
Dengan demikian, Ridho Pamungkas mewanti-wanti di pasal 35 UU No. 20/2008, ada dua ayat yang dibikin yang harus diperhatikan. Pertama, usaha besar tidak boleh memiliki dan atau menguasai usaha mikro, kecil dan atau menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan. Kedua, usaha menengah juga tak boleh memiliki dan atau menguasai usaha mikro dan atau usaha kecil mitra usaha.
"Perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran dan tidak melakukan perintah perbaikan akan membayar denda maksimum Rp 10 miliar bagi perusahaan besar dan Rp 5 miliar untuk perusahaan skala menengah, serta pencabutan izin usaha berdasarkan rekomendasi KPPU," terangnya.
Komentar Via Facebook :