Berita / Nusantara /
Levy Nol Seharusnya Dongkrak Harga Sawit, Nyatanya?
Pekanbaru, elaeis.co - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian RI mengumumkan kebijakan menggratiskan pungutan ekspor (PE) atau levy diperpanjang hingga akhir Desember 2022.
Salah satu tujuannya adalah untuk mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani.
"Kebijakan ini memang sangat diharapkan oleh petani sawit dan cukup menarik. Dan berbeda pada rapat lanjutan levy kali ini, karena disinggung mengenai distribusi pendapatan atau nilai tambah, dampak di-nolkannya levy pada rantai industri sawit," kata Ketua Umum APKASINDO, Dr Gulat Manurung kepada elaeis.co, kemarin.
Nilai tambah itu, kata Gulat, merupakan hak bagi petani sawit. Namun, kenyataannya, skema tarif levy yang saat ini digratiskan tidak memberikan dampak signifikan kepada sektor hulu, yakni kenaikan harga TBS. Karena kenaikan yang terjadi saat ini tidak sesuai dengan besaran levy, yakni $200/ton.
"Cara menghitungnya sederhana yaitu membandingkan harga TBS dan CPO sebelum di-nolkannya levy $200/ton CPO. Seharusnya harga TBS terdongkrak sebesar penghilangan levy tersebut terhitung 15 Juli," katanya.
"Kenaikan harga TBS saat ini cenderung bukan karena di-nolkannya levy, tetapi karena memang harga CPO dunia lagi naik yaitu kisaran Rp12.500-12.850/kg CPO. Di mana sebelum tarif levy digratiskan, yakni sebelum 15 Juli 2022, harga CPO hanya Rp10.200-11.200/kg CPO," ujarnya.
Gulat menerangkan, per 1 November 2022 kemarin, menurut data posko harga TBS DPP APKASINDO, rata-rata harga TBS di 22 Provinsi APKASINDO untuk Petani Swadaya adalah Rp1.850-1.950/kg dan petani bermitra Rp2.200-2.600/kg.
"Harga TBS di Petani bermitra ini memang sesuai dengan harga konversi 21% dari harga CPO per hari ini. Namun tidak demikian dengan harga petani swadaya," imbuhnya.
Alumnus program doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Riau itu juga membeberkan betapa jauhnya keuntungan yang diperoleh petani dan perusahaan dari setiap TBS yang dijual.
"Hasil perhitungan kami APKASINDO, bahwa untuk setiap kg CPO, petani hanya mendapatkan margin Rp250 per kg CPO, sedangkan PKS mendapatkan Rp2.500 per kg CPO yang diolahnya. Keuntungannya 10 kali lipat," kata dia.
"Oleh karena itu, perlu komitmen berbagi beban dan berbagi untung antara sektor hulu dan hilir. Menjaga keseimbangan margin sektor hulu dan hilir, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Keberlanjutan Sawit Indonesia. Dan keseimbangan ini akan membantu Indonesia terhindar menjauh dari resesi dunia yang sudah di depan mata. Tanpa berbagi tersebut, jangan harap tujuan dari levy nol dapat tercapai sebagaimana harapan Menko Ekonomi," pungkasnya.
Komentar Via Facebook :