Berita / Nasional /
Lima Aduan Konflik Lahan Ditindaklanjuti, Para Pihak Dipertemukan
Jakarta, elaeis.co - Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI menyelenggarakan rapat kerja untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait konflik agraria/pertanahan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKHK), Kementerian ATR/BPN, masyarakat sebagai pengadu, dan juga perusahaan yang terlibat, diundang sebagai upaya menyelesaikan konflik atau sengketa tersebut.
"Rapat bertujuan untuk menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat yang disampaikan melalui anggota DPD RI atau kelembagaan," jelas Ketua BAP DPD RI, Ajiep Padindang, lewat keterangan resmi DPD RI.
Ajiep menjelaskan bahwa terdapat lima pengaduan yang ditindaklanjuti BAP DPD RI dalam rapat tersebut. Pertama, pengaduan masyarakat Desa Tri Budi Syukur terkait permasalahan Kawasan Hutan Lindung Register 45B Rigis. Kedua, pengaduan terkait jalan umum yang berubah menjadi sebagian wilayah HGU PT Great Giant Food (GGF), Lampung Tengah.
Ketiga, pengaduan terkait permasalahan tanah di Dusun Lamo Padangsalak, Kabupaten Muaro Jambi terkait dengan wilayah HGU PT Asiatic Persada. Keempat, konflik lahan masyarakat dan HGU PT Sawit Mas Sejahtera, Desa Tanjung Kupang Baru, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Dan kelima, pengaduan masyarakat dan tokoh adat di Desa Sekoban, Kabupaten Lamandau, Kalteng, tentang tumpang tindih kebun sawit masyarakat dengan PT Pancaran Wana Nusa.
Anggota DPD RI dapil Lampung Ahmad Bastian menjelaskan bahwa lahan dari kawasan hutan tersebut dapat dialokasikan untuk masyarakat Tri Budi Syukur melalui program TORA. Sehingga dapat mendorong kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan lahan. Sedangkan untuk pengaduan terkait akses jalan di wilayah PT GGF, Bastian berharap agar dibuat akses jalan yang diserahkan ke pemerintah daerah sehingga aktivitas perekonomian masyarakat, seperti hasil perkebunan, dapat dibawa melalui jalan tersebut.
“Saya minta kepada Kementerian ATR/BPN dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada PT GGF, jika jalan itu dikembalikan ke pemda, tidak ada yang dirugikan. Bahkan masyarakat juga akan turut menjaga kebun perusahaan,” ucap Bastian.
Direktur Corporate Affair PT GGF Welly Sugiono menjelaskan, perusahaannya tidak melarang masyarakat menggunakan jalan tersebut. Namun memang tidak diberikan keleluasaan karena ada kekhawatiran jalan tersebut digunakan untuk membawa hasil tambang pasir ilegal.
“Kalau angkutan ilegal, kami tidak izinkan. Jika legal, kami minta jadwal yang mau lewat supaya bisa kami pantau dan atur pergerakan truk perusahaan,” imbuhnya.
Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Lampung Tengah, Madani mengatakan, pihaknya siap memfasilitasi dan menyurati Kementerian ATR/BPN agar jalan tersebut menjadi aset Pemda.
“Tapi kami juga meminta masyarakat untuk menjaga lingkungan. Karena yang kami dengar, ada penambangan pasir ilegal,” kata Madani.
Terkait aduan dari masyarakat Tri Budi Syukur, Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Muhammad Said menyarankan agar masyarakat segera mengajukan akses legal perhutanan sosial ke pemda yang selanjutnya ditujukan ke KLHK. Menurutnya, terdapat beberapa skema perhutanan sosial. Mulai dari pengajuan sebagai hutan desa, hutan kemasyarakatan, jika mencakup beberapa desa.
“Jika melibatkan banyak orang, bisa membentuk kelompok tani dan menyampaikan usulan penetapannya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” imbuhnya.
Sedangkan terkait konflik lahan masyarakat dan HGU PT Sawit Mas Sejahtera, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Brigjen Pol. Widodo menjelaskan bahwa dirinya akan menelusuri laporan terkait aduan tersebut.
“Dan terkait permasalahan tanah di Dusun Lamo Padangsalak, kita sudah mendekati dengan proses penyelesaian. Namun jika ada masalah lain, perlu dikonfirmasi lagi,” imbuh Widodo.
Direktur PT Berkat Sawit Utama Dani Murdoko mengatakan bahwa perusahaannya tidak memiliki wilayah di Muaro Jambi. Dia mengakui perusahaannya saat ini sedang menangani konflik, namun saat ini sudah di tahap penyelesaian.
“Tetapi konflik tidak dengan teman-teman yang saat ini difasilitasi DPD RI, karena letaknya sudah tidak sama. Kelompok yang menyampaikan aspirasi hari ini dan yang saat ini ditangani pemerintah, ini berbeda,” jelasnya.
Terkait aduan konflik dengan PT Sawit Mas Sejahtera, di akhir rapat Ajiep meminta agar masyarakat yang mengadu bersurat kembali ke Kementerian ATR/BPN agar dapat segera ditindaklanjuti karena kasus tersebut telah berjalan 30 tahun.
Komentar Via Facebook :