Berita / Internasional /
Malaysia Jengkel, Uni Eropa Perketat Aturan Ekspor CPO
Jakarta, elaeis.co - Malaysia yang merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia pada Jumat (23/12), menuduh Uni Eropa (UE) memblokir akses pasar minyak nabati dengan undang-undang baru yang mencegah penjualan komoditas yang terkait dengan deforestasi di blok 27 negara.
Uni Eropa awal bulan ini menyepakati undang-undang baru yang mewajibkan perusahaan untuk membuat pernyataan uji tuntas yang menunjukkan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi terhadap perusakan hutan, atau berisiko terkena denda yang besar.
Peraturan tersebut akan berlaku untuk kedelai, daging sapi, minyak sawit, kayu, kakao dan kopi serta beberapa produk turunannya.
Wakil Perdana Menteri dan Menteri Komoditas Malaysia, Fadillah Yusof mengatakan, akan mempengaruhi perdagangan bebas dan adil, yang berdampak buruk pada rantai pasokan global.
"Peraturan produk bebas Deforestasi adalah tindakan sengaja Eropa untuk memblokir akses pasar, merugikan petani kecil dan melindungi pasar biji minyak dalam negeri yang tidak efisien dan tidak dapat bersaing dengan harga minyak sawit," kata dia dikutip elaeis.co dari Reuters.
Minyak kelapa sawit, yang digunakan untuk membuat segala sesuatu mulai dari kue hingga kosmetik dan bahan bakar, adalah minyak nabati termurah di dunia. Tetapi kelompok lingkungan menyalahkan pembudidayaannya atas deforestasi yang meluas.
Duta Besar Uni Eropa untuk Malaysia Michalis Rokas pada hari Rabu lalu menanggapi dewan minyak sawit negara mengatakan bahwa klaim larangan minyak sawit tidak benar dan menyesatkan.
“Minyak sawit yang diproduksi secara legal dan bebas Deforestasi akan terus ditempatkan di pasar UE,” kata Rokas.
Banyak perusahaan kelapa sawit di produsen utama Indonesia dan Malaysia telah mengadopsi standar sertifikasi keberlanjutan global dan nasional dan telah berkomitmen pada kebijakan tanpa deforestasi.
Namun, Menteri Fadillah mengatakan peraturan itu akan menambah beban bagi eksportir Malaysia. "Ini akan menyinggung Malaysia jika minyak sawit, atau negaranya, ditetapkan sebagai risiko tinggi oleh peraturan UE," katanya.
Undang-undang baru itu muncul di atas arahan energi terbarukan UE yang mewajibkan bahan bakar berbasis minyak sawit dihapuskan pada tahun 2030. Akibatnya, impor minyak sawit UE menyusut dalam beberapa tahun terakhir.
Malaysia dan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir meluncurkan kasus terpisah dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menyimpulkan tindakan UE diskriminatif.
Komentar Via Facebook :