Berita / Nusantara /
Martabat dan Posisi Tawar Petani Swadaya Harus Terus Diperkuat
Jakarta, Elaeis.co - Dua pakar sawit nasional, Sahat Sinaga dan Tungkot Sipayung, terus mengamati perkembangan dan dinamika yang terjadi di dalam tubuh organisasi petani swadaya Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE).
"Saya masih kepikiran soal bagaimana memperkuat dan membangun martabat petani sawit kita, termasuklah itu petani swadaya yang ada di SAMADE," kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, kepada Elaeis.co, Senin (29/11/2021).
Menurutnya, luasan kebun sawit milik petani Indonesia di tahun 2021 mencapai 6,88 juta hektar, namun posisi tawar petani masih lemah.
Kata Sahat, tugas yang diemban Tolen Ketaren di periode kedua kepemimpinannya di SAMADE cukup berat, yakni menegakkan harkat dan martabat petani sawit bersama organisasi petani sawit swadaya lainnya.
"Tentu saja hal ini bukan PR yang mudah. Butuh koordinasi operasi, seperti yang sering saya sampaikan, untuk dapat meningkatkan martabat petani sawit agar menjadi bagian pengembangan ekonomi Indonesia," kata Sahat.
Karena itu, ia berharap Tolen Ketaren dapat membangun sejumlah prinsip di dalam SAMADE agar mampu menguatkan martabat petani sawit, seperti keharusan meninggalkan sifat individualistik.
"Teman-teman petani harus mau beroperasi dalam kelompok yang sering saya sebut korporatisasi, agar SAMADE menjadi lebih kuat," kata Sahat.
Bila dikelola secara korporat, dia yakin kebun sawit milik petani akan mampu menjadi bagian dari Conference of the Parties (COP26) yang dicanangkan pemerintah, yaitu mampu menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) berkisar 33,9 juta ton CO2 per tahun.
Sekadar informasi, COP 26 adalah pertemuan para pemimpin dari berbagai negara di Glasgow, Skotlandia, beberapa waktu lalu, membahas soal iklim dan lingkungan.
Sahat yakin, dengan korporatisasi maka program peremajaan sawit rakyat (PSR) akan dapat berlangsung dengan baik. Lalu di saat yang sama petani sawit bisa menjalankan konsep circular economy framework dengan cara memanfaatkan biomassa atau limbah di kebun sawit masing-masing, seperti memanfaatkan lidi sawit, pelepah, tandan kosong (tankos), dan lainnya.
Dia mengingatkan Tolen tidak mudah menjalankan prinsip-prinsip berkebun sawit dengan pola seperti itu. Kata dia, diperlukan penyatuan sikap dan sosialisasi untuk perbaikan taraf kesejahteraan petani atau poverty alleviation.
"Lalu menjadikan kebun sawit para petani bersertifikasi berkelanjutan atau sustainable sebagai bagian dari upaya kita mencapai beberapa hal sesuai konteks keberlanjutan yang dicanangkan Perseritakan Bangsa-Bangsa, yakni 17 poin dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)," ujar sahat.
"Walau berat, namun saya sangat yakin SAMADE di bawah pimpinan Tolen Ketaren dengan dukungan anggotanya akan mampu dan memiliki potensi untuk mewujudkan butir-butir yang saya sebutkan di atas. Dan saran saya lagi, untuk mencapai itu semua, teruslah bergandengan tangan dengan seluruh asosiasi petani sawit, termasuk dengan APKASINDO," Sahat menambahkan.
Direktur Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Dr Tungkot Sipayung, juga berharap Tolen Ketaren mampu menjadikan para petani sawit, termasuk yang menjadi anggota SAMADE, menjadi kekuatan organisasi ekonomi petani sawit sehamparan.
"SAMADE juga saya harapkan mampu membuat para petani sawit memiliki bargaining power, memperkuat dan membuat rakyat makin mudah dan makin murah mengelola kebun sawitnya," kata Tungkot.
Di samping itu, ia juga berharap Tolen Ketaren mampu membuat SAMADE menjadi organisasi yang mampu memfasilitasi petani dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi, serta membangun networking atau jejaring dengan stakeholder lainnya.
"Dan SAMADE juga harus mampu menjadikan dirinya sebagai organisasi sawit rakyat dari hulu ke hilir dan menjadi penyambung lidah petani swadaya ke seluruh stake holder sawit nasional dan pemerintah," tegas Tungkot Sipayung.
Komentar Via Facebook :