Berita / Dewandaru /
Matang Jiwanya
Dalam salah satu group medsos beberapa tahun silam. Membernya banyak tokoh, mulai dari akademisi, praktisi, legislatif hingga birokrat.
Pada satu kesempatan, masuklah pada pembicaraan yang fokus pada masalah makro, kondisi pertanian Indonesia. Terjadi debat hebat, tiada satupun yang mau mengalah.
Saya hanya diam, menyimak dengan seksama. Terlebih saat nuansanya sudah mengarah pada saling emosi, mempertahankan argumen masing-masing, biar dianggap benar.
Padahal kalaupun benar, tiada pengaruhnya terhadap kondisi makro nasional, sebab bukan kapasitasnya membuat perubahan di lapangan.
Untung saja di tengah perdebatan sengit itu, seorang member berusaha menengahi. Saya perhatikan, dia yang berusaha bijak, adil, justru kena semprot kalimat pedas dari salah satu pihak.
Akhirnya jawabnya; ya sudah, saya kalah. Teruskan tuduhan dengan pikiran yang belum tentu benar itu. Toh seiring waktu akan tahu sendiri jawaban sebenarnya. Paling akan jadi ilmu hikmah, pembelajaranmu, atau jadi sesalmu.
Saya tahu persis, beliau yang menengahi itu, sudah ibarat 'pendekar' di agribisnis Indonesia. Punya banyak ilmu dan pengalaman panjang, jadi suri tauladan masyarakat luas. Pendiri salah satu koperasi terbaik Indonesia.
Dia juga sering dimintai pendapat oleh unsur pimpinan ketika ada kegiatan menyangkut keputusan besar. Usaha pribadinya, termasuk kelas kakap. Hebat luar biasa...
Saya pun meneleponnya, saya tanya kenapa tidak tuntas ditengahi. Jawabnya, "tiada guna, waktu dan kondisinya tidak tepat. Ibarat menanam benih di tanah tandus di musim kemarau,".
"Saya selalu kalah debat, saya memang suka posisi itu. Tiada pernah mau dan mampu debat dengan siapapun juga. Tapi berusaha menang dalam fakta lapangan. Rasanya itu yang bermanfaat nyata bagi sesama,".
Makjleb, dalam hati saya...
Komentar Via Facebook :