Berita / Nusantara /
Mayoritas Berpendidikan Rendah, Naker Sawit Butuh Perlindungan
Jakarta, Elaeis.co - Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor industri yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Pemerintah terus berupaya agar tenaga kerja (naker) di perkebunan sawit lebih terlindungi.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Indah Anggoro Putri, mengatakan, Kemnaker terus mengupayakan terwujudnya hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan di sektor kelapa sawit guna meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor tersebut.
“Ini dikarenakan sektor kelapa sawit identik dengan pekerjaan yang menyerap banyak pekerja dengan tingkat mayoritas pendidikan rendah,” katanya pada Dialog Undang-Undang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan Bidang Persyaratan Kerja Pada Sektor Sawit di Jakarta, baru-baru ini.
Putri menjelaskan, data Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2019 menunjukkan jumlah petani kelapa sawit sebanyak 2,67 juta orang dan jumlah naker sebanyak 4,42 juta orang. Jumlah tersebut terdiri dari 4 juta atau 90,68 persen pekerja kelapa sawit besar swasta nasional, 321 ribu atau 7,26 persen pekerja kelapa sawit besar milik negara, dan 91 ribu atau 2,07 persen pekerja kelapa sawit besar milik swasta asing.
Ia mengatakan, hubungan kerja pekerja/buruh sektor perkebunan sawit sebagian besar dilakukan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), termasuk di dalamnya pekerja harian.
“Ini berdampak pada perlindungan dan syarat kerjanya tentang PKWT, alih daya, waktu kerja, waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja,” katanya.
Dia menambahkan, berdasarkan data BPS bulan November tahun 2020, jumlah total luas kebun sawit di Indonesia mencapai sekitar 14,60 juta hektar. Perkebunan milik BUMN memiliki sebagian kecil yaitu 614.756 hektar atau 4,29 persen, sementara sebagian besar diusahakan oleh perusahaan besar swasta yaitu sebesar 55,09 persen atau seluas 7.892.706 hektar.
“Oleh karena itu, sektor kelapa sawit menjadi salah satu isu hubungan industrial yang perlu diperhatikan, khususnya mengenai perlindungan tenaga kerjanya,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah berkepentingan agar produk-produk hasil industri dapat diterima secara kompetitif di pasar global. Dalam konteks ini beberapa pembeli/buyers terkadang menghendaki adanya standar-standar produksi yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau industri.
“Terkait sektor ketenagakerjaan, perlu adanya penerapan standar kerja layak (decent work) di sektor kelapa sawit,” imbuhnya.
Kondisi hubungan kerja di sektor kelapa sawit juga tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang memunculkan berbagai kemungkinan terburuk akibat dari pandemi COVID-19, seperti penutupan pabrik karena kasus penularan.
“Perlunya antisipasi kemungkinan terburuk akibat pandemi COVID-19 dengan meningkatkan kualitas dialog sosial dalam merespon dampak kemungkinan akibat pandemi COVID-19, terutama dampak pada kondisi hubungan kerja,” tukasnya.
Dia berharap para pemangku kepentingan bisa merumuskan dan menyepakati hal-hal yang akan menjadi solusi bersama dalam meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan pekerja sektor kelapa sawit.
“Menteri Ketenagakerjaan menginginkan agar sektor kelapa sawit bisa berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja akan terus bertambah seiring meningkatnya produksi kelapa sawit,” tutupnya.
Komentar Via Facebook :