Berita / Serba-Serbi /
Mengulik Rancu Harga TBS
Pekanbaru, elaeis.co - Lelaki 36 tahun itu hanya tersenyum sinis saat menengok angka-angka yang baru saja masuk ke ponsel pintarnya, Selasa (25/6).
Deretan angka-angka yang menyiratkan pergerakan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, untuk periode 26 Juni 2019 -02 Juli 2019.
Meski angka-angka tadi lebih baik dibanding harga penetapan untuk sepekan lalu, tapi bagi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW-Apkasindo) Provinsi Riau ini, angka-angka tadi justru enggak berarti apa-apa.
"Setiap pekan harga tim digodok. Tapi ini hanya penetapan harga rutinitas segelintir kelompok. Penetapan harga untuk yang bermitra saja, bukan menjadi acuan semua Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang ada di Riau. Nah, kalau semua PKS enggak menjadikan harga tim tadi sebagai acuan, buat apa dibikin?," ujar Santha Buana Kacaribu, saat berbincang dengan elaeis.co di Pekanbaru, Selasa (25/6) malam.
Toh kata Santha, pabrik komersial --- pabrik yang nyaris tidak punya kebun kelapa sawit sebagai sumber bahan baku pabrik dan hanya mengandalkan uluran TBS petani swadaya --- sering tidak memakai harga penetapan tadi. Harga pembelian TBS di PKS cenderung di bawah harga penetapan.
Pantauan Gatra.com di beberapa PKS di Indragiri Hilir (Inhil) dan Indragiri Hulu (Inhu), pada penetapan harga pekan ini misalnya, harga TBS pada umur 10-20 tahun semestinya Rp1.402,30. Tapi di lapangan, harga TBS umur segitu paling dibeli oleh PKS komersil di Rp1.080-Rp1.100.
Padahal ada 30 persen peran petani pada kelanjutan produksi PKS komersil itu. Tapi keberadaan yang 30 persen itu tidak dianggap lantaran sumber TBS PKS komersil tadi beragam.
"Sumber TBSnya macam-macam. Ada yang dari petani swadaya langsung, dan ada dari ragam pengepul. Alhasil kualitas TBS yang masuk ke PKS komersil enggak seragam. Itulah makanya PKS komersil tadi sulit memakai harga penetapan itu," cerita Santha.
Pola yang dibikin oleh PKS komersil ini kata Santha sangat merugikan petani yang kualitas TBSnya bagus. "Petani yang 30 persen tadi harus mensubsidi harga TBS kualitas tak bagus yang masuk ke PKS, biar PKS bisa mendapat rendemen yang stabil. Sebab TBS yang sumbernya tidak jelas, biasanya rendemennya rendah," ujar Santha.
Itulah makanya sampai hari ini PKS komersil enggak bisa mengikuti Peraturan Menterian Pertanian (Permentan) soal pedoman penetapan harga pembelian TBS produksi pekebun lantaran kondisi yang dirasakan oleh PKS komersil enggak sama dengan yang ada dalam Permentan itu.
"Perintah menteri kan harus ada kemitraan antara PKS dan pekebun. Lalu harus ada peninjauan lapangan luasan dan kondisi tanaman kelapa sawit petani. Itu juga lah makanya petani harus punya kelembagaan. Misalnya kelompok tani. Dan ini jugalah sekarang yang sedang kami geber. Petani harus punya kelompok tani, biar bisa menjalin kemitraan dengan PKS," urai Santha.
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V juga kata Santha tidak memakai harga penetapan. "Harga di PTPN V malah masih di bawah harga PKS Komersial. Gara-gara itu, banyak plasma binaan PTPN V menjual TBS nya keluar lantaran PTPN V tidak punya daya beli," katanya.
Oleh sederet kejadian tadilah makanya kata Santha, harga penetapan yang dibikin tiap pekan itu selalu rancu. "Ini sebenarnya terjadi lantaran sampai hari ini belum ada sanksi tegas yang dibikin oleh pemerintah terhadap PKS nakal yang tidak mau ikut harga penetapan. Boro-boro sanksi, aturan main soal harga TBS juga belum ada," kata Santha.
Mestinya ada Peraturan Bupati/Wali Kota soal batas harga minimal. "Pemkab atau Wali Kota harus terlibat soal harga lantaran untuk izin PKS kan, pemerintah ini punya andil. Lalu peraturan itu dikuatkan oleh Peraturan Gubernur," ujar Santha.
Pada pertemuan DPW Apkasindo Riau dengan Gubernur Riau Syamsuar beberapa waktu lalu kata Santha, pihaknya sudah menyerahkan draft usulan aturan main harga TBS. "Mudah-mudahan usulan itu segera mendapat tindak lanjut," Santha berharap.
Seorang akademisi pertanian Universitas Riau, Antoni Hamzah sepakat dengan apa yang dikatakan Santha,bahwa juga, sudah masanya pemerintah daerah punya misi membikin PKS dengan saham lebih dari 50 persen milik pemerintah. Biar bisa mengontrol harga TBS di PKS.
Abdul Aziz
Komentar Via Facebook :