https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Mengurai Sawit di Akhir Pekan

Mengurai Sawit di Akhir Pekan

Suasana pertemuan antara Gubernur Riau, Syamsuar dan tiga organisasi petani sawit di rumah dinas Gubernur Riau, Sabtu (23/11)


Pekanbaru, elaeis.co - Pertemuan di salah satu ruangan di Rumah Dinas Gubernur Riau di kawasan jalan Diponegoro Pekanbaru pada Sabtu (23/11)itu berlangsung nyaris dua jam dan diakhir makan siang bersama. 

Tiga perempat dari durasi tadi benar-benar lumat oleh satu pokok bahasan; nasib petani kelapa sawit yang ada pada klaim kawasan hutan di Riau. Klaim kawasan hutan yang membikin hampir semua orang-orang di Riau bingung.  

Sebab kalaulah disebut kawasan hutan seperti yang tertera pada pasal 1 ayat 3 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan (kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan --- versi putusan MK --- oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap), sejak awal diusahai petani, lahan itu sudah tak lagi dijejali tegakan pohon, tapi cuma semak belukar dan kayu-kayu mahang. 

Lalu kalaulah disebut kawasan hutan, sudah pontang-panting juga masyarakat Riau mencari di mana Berita Acara Tata Batas (BATB) Kawasan Hutan itu. Sebab pada pasal 14 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan disebut bahwa pengukuhan kawasan hutan wajib dilakukan untuk mendapat kepastian hukum (pengukuhan dibuktikan dengan BATB). 

Kemudian pada pasal 15 UU itu disebut pula bahwa pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui tahapan penunjukan, pemetaan, penataan batas, penetapan. 

Adalah tiga organisasi petani kelapa sawit Indonesia; Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) dan Sawit Masa Depan (Samade) yang ada dalam pertemuan tadi bersama Gubernur Riau, Syamsuar. 

Syamsuar ditemani Kepala Dinas Kehutan dan Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikulturan dan Perkebunan Riau. Sederet unek-unek soal kelapa sawit tumpah di sana. 

Mulai soal sawit petani dalam klaim kawasan hutan, pajak kelapa sawit, petani sawit wajib Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), petani sawit musti ikut program Perhutanan Sosial (PS), program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang membingungkan, Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) hingga percepatan Peremajaan sawit Rakyat (PSR). 

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung panjang lebar mengurai semua persoalan itu di hadapan Syamsuar. "Sampai hari ini yang disentuh oleh TORA hanya permukiman dan perladangan, bukan kebun petani sawit. Sampai hari ini kita masih dihantui oleh rencana Peraturan Presiden (Perpres) tentang ISPO bahwa petani kelapa sawit wajib ISPO. Kalaulah ini jadi, petani sawit akan semakin babak belur Pak Gubernur," kata Gulat datar. 

"Emang syarat ISPO itu apa saja?" Syamsuar balik bertanya. 

"Salah satunya adalah kebun sawit petani tidak berada dalam kawasan hutan. Gimana petani bisa ikut ISPO kalau syaratnya seperti itu? Jangankan petani, perusahaan saja masih babak belur oleh persyaratan ISPO itu," ujar Gulat sambil menengok Syamsuar lekat. 

"Mustinya janganlah jadi sulit seperti itu. Kalau sawit di tanah mineral dan dikelola dengan baik, ngapain pula harus pakai ISPO segala," kata Syamsuar. 

Saat ini kata Syamsuar, Pemprov Riau sedang mendata kebun kelapa sawit ilegal lewat Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk beberapa waktu lalu. 

"Tujuannya untuk mengetahui mana perkebunan yang berizin dan mana yang tidak, ini sangat penting supaya kami bisa mendapat gambaran pasti tentang sawit Riau. Dan saat kami turun, dari sekitar 2,3 juta hektar kebun kelapa sawit di Riau, lebih dari 1 juta hektar tak bayar pajak," kata Syamsuar.

Tim ini kata Syamsuar, hanya menginventarisir lahan-lahan perusahaan, bukan lahan petani. "Tapi harus benar-benar petani, lho. Kalau dia petani tak perlu risau dengan tim itu," Syamsuar mengingatkan.

Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutan Riau, Ervin Rizaldi kemudian disuruh Syamsuar menjelaskan soal program TORA dan PS,"Berdasarkan regulasi yang ada, sawit tidak termasuk dalam program TORA maupun PS," kata Ervin. 

Mendengar omongan Ervin ini, semua yang ada di ruangan itu kaget dan saling menatap, termasuk Syamsuar. "Itulah faktanya," kata Ervin mencoba menetralisir suasana. 

Di satu sisi, untunglah Ervin ngomong seperti itu hingga Syamsuar kemudian paham bahwa progres TORA di Riau --- yang tadinya dicanangkan 285 ribu hektar tapi yang terealisasi hanya 5000 hektar --- lamban gara-gara sawit tak masuk dalam program itu. 

Semestinya Riau diberi kekhususan (sawit boleh masuk dalam program TORA) lantaran Riau adalah sentra sawit di Indonesia. Hingga kini luas kebun kelapa sawit di Riau sudah mencapai 4,2 juta hektar dari 14,6 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia.

Gubernur Riau berharap kepada 3 organisasi petani sawit terbesar di Indonesia itu bahu membahu bersama Pemprov Riau melobi pusat soal pengecualian tadi, termasuk mencari solusi terhadap persoalan sawit dalam kawasan hutan tadi.

Sebab persoalan sawit dalam kawasan hutan di Riau tidak bisa dipungkiri telah menjadi persoalan serius Pemerintah Provinsi Riau lantaran mayoritas masyarakat Riau, sudah bergantung kepada kelapa sawit. 

Begitu juga soal Percepatan PSR, Gubernur Riau berharap sinergisitas semua organisasi petani sawit untuk memastikan anggotanya mendapat informasi PSR secara utuh.

Dan ke depan, baik Apkasindo, Aspekpir, Samade akan dilibatkan langsung untuk mempercepat PSR di Riau, "Harus berkolaborasi," kata Syamsuar sambil menengok dua anak buah yang mendampinginya.

Soal omongan Syamsuar tentang inventarisasi lahan tadi, Pengurus Apkasindo kata Gulat sudah mengambil kebijakan dengan membuat surat edaran kepada 11 DPD Apkasindo di Kabupaten/kota di Riau untuk memasang plang nama "Petani Binaan Apkasindo", baik itu perorangan maupun Kelompok Tani atau Koperasi. 

Plang ini akan membantu Tim Gabungan yang dibentuk Gubernur Riau untuk membedakan mana lahan perusahaan dan mana lahan petani. "Plang nama ini diberi nomor registrasi, jadi bukan sembarang plang nama," kata Gulat.

Dalam surat edaran Apkasindo itu kata Gulat disampaikan juga bahwa pajak adalah kewajiban dari setiap warga negara, jadi sebagai warga negara yang baik, petani sawit juga harus aktif membayar pajak kebunnya. 

Tak terasa pertemuan pun usai, Gulat bersama Sekjen DPP Apkasindo, Rino Afrino kemudian menyerahkan hasil pemetaan kebun-kebun petani sawit Apkasindo kepada Gubernur Riau. 

Pemetaan ini menggambarkan luas dan kelembagaan dari petani yang berada di bawah naungan Apkasindo. 

"Inventarisasi ini masih terus berlanjut, jadi yang kami serahkan ini masih hasil kerja selama 2 bulan terakhir. Untuk memastikan kualitas pekerjaan inventarisir ini, DPP Apkasindo bekerjasama dengan PT. Graha Mapp Indonesia, perusahaan konsultan perpetaan yang sudah berpengalaman, sebab pekerjaan pemetaan ini dilakukan dengan teknologi tinggi, seperti drone dan penggunaan citra satelit," cerita Rino.

"Saya sangat berharap kepada semua organisasi sawit di Riau untuk sama-sama memikirkan yang terbaik untuk petani, masyarakat dan Pemprov Riau tentunya, supaya Riau benar-benar menjadi ikon sawit Indonesia dan ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh Gubernur," ujar Syamsuar.

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :