Berita / Sumatera /
Menunggu Kisah Sukses dari Program Integrasi Sawit-Sapi
Medan, Elaeis.co - Upaya untuk mengintegrasikan perkebunan, khususnya kelapa sawit, dengan ternak sapi sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Namun hasilnya belum kelihatan meski pemerintah terus mendorong realisasinya.
"Tetapi sepanjang yang saya ketahui, sampai sekarang belum ada success story atau kisah sukses dari pelaksanaan program integrasi sawit dan sapi yang bisa dibanggakan," kata Ketua Umum Badan Koordinasi Serikat Perusahaan Perkebunan Sawit Se-Sumatera (BKS-PPS), Soedjai Kartasasmita, dalam webinar bertema "Peluang dan Kiat Sukses Integrasi Sawit dan Sapi", Rabu (2/6).
Menurut mantan Direktur Utama PTP VI (kini PTPN IV) itu, perusahaan-perusahaan sawit tidak tertarik dengan program integrasi sawit - sapi karena sejumlah hal krusial.
"Untuk mengurus perkebunan sawit agar masuk kategori sustainability saja mereka membutuhkan waktu dan tenaga yang besar," katanya.
Problem lain adalah soal pemasaran. Soedjai menyebutkan selalu ada ganjalan-ganjalan dalam memasarkan sapi di pasaran, termasuk harus bersaing ketat dengan produsen atau peternak sapi.
"Ini juga bisa membuat stakeholder sawit tidak tertarik untuk mengerjakan program integrasi ini," katanya.
Pengusaha sawit bisa saja mendorong atau membantu petani agar mau mengerjakan program integrasi sawit-sapi. "Tapi saat ini harga sawit sedang bagus-bagusnya. Apa mau petani mengerjakannya?" tukasnya.
Diakuinya ada seorang pengusaha sawit nasional di Pulau Kalimantan yang sukses menjalankan program integrasi sawit-sapi. Tetapi sapi yang dihasilkan sang pengusaha sawit tersebut bukan untuk kepentingan bisnis.
"Lebih banyak untuk filantropi. Misalnya pas lebaran, beliau akan sumbangkan sapi sekian ekor. Begitu juga saat ada hari keagamaan lain dan kegiatan sosial lainnya, pengusaha tersebut bersedia menyumbangkan sapinya," ungkapnya.
Direktur Tanaman Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Agus Hartono mengatakan, ada sejumlah kendala dalam pelaksanaan integrasi sawit-sapi secara nasional seperti belum jelasnya keuntungan yang bakal diperoleh pengusaha sawit bila menjalankan program tersebut.
Selain itu, belum ada sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait regulasi atau peraturan yang mengatur pola program integrasi ini.
"Untuk petani sawit, mereka juga jelas butuh modal bila harus menjalankan program integrasi sawit-sapi. Plus ditambah belum ada kepastian dari pasar, belum tentu ada untungnya menjalankan program ini," katanya.
Wayan Supadno, petani sawit sekaligus pelaku pembibitan sapi, menilai perlu kecermatan dalam menghitung biaya produksi dalam integrasi sawit-sapi. Berdasarkan pengalamannya, efesiensi biaya bisa dilakukan dengan memanfaatkan potensi yang ada di perkebunan sawit dan peternakan sapi.
Sebagai contoh, untuk pakan ternak sapi, Wayan justru bisa memadukan bungkil sawit dengan tanaman rumput Zanzibar. Rumput itu ditanam di dekat kandang sapi agar menghemat biaya transportasi.
Sementara dari sapi yang bisa dimanfaatkan untuk sawit adalah kotorannya yang dijadikan pupuk kotoran hewan (kohe).
"Ini saya lakukan sebagai tugas dan tanggung jawab sebagai warga negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Tidak usah ributkan impor sapi atau harga sawit lagi turun atau tinggi. Yang penting mari kita kerjakan apa yang bisa kita kerjakan untuk bangsa dan negara ini," tegas pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur itu.
Komentar Via Facebook :