https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Menyoal Dampak Buruk 0,56%

Menyoal Dampak Buruk 0,56%

DR. Tatang Hernas Soerawidjaja. Foto: ist


Jakarta, elaeis.co - Kalau saja lelaki 69 tahun ini ini tidak nongol di Webinar Nasional tentang "Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Secara Berkelanjutan" tadi siang, bisa jadi sederet data penting ini masih terpendam begitu saja.

Yang pasti, setelah Tatang mengurai data-datanya, semakin nampaklah kebohongan dan pembusukan yang selama ini dilancarkan oleh oknum-oknum pembenci sawit di Amerika, Uni Eropa maupun Oseania. 

Menariknya, Ketua jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) 1989-1992, merujuk data-data itu dari Negara oknum pembenci sawit itu pula.

"Sawit itu tanaman minyak paling efesien di dunia, pemakaian lahannya 10 kali lebih efektif ketimbang tanaman minyak lain," terang Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) ini saat didapuk berbicara di webinar yang ditaja oleh 'Jurnalisme Profesional Untuk Bangsa' itu.

Dengan hanya menggunakan lahan sekitar 7% dari total kebun minyak nabati dunia kata DR. Tatang Hernas Soerawidjaja, sawit justru menjadi pemasok 40% minyak nabati dunia.

"Pohon kelapa sawit itu paling produktif menghasilkan minyak-lemak pangan. Menghasilkan 5 ton minyak mentah perhektar pertahun dan 0,5 ton minyak inti (kernel). Kedua jenis minyak itu bermutu sangat baik, mudah dibikin jadi apapun, mulai dari aneka produk pangan, energi hingga industri pengolahan," dia mengurai. 

Meski paling produktif, sawit kata Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) ini, justru lebih sedikit membutuhkan pupuk ketimbang tanaman minyak lain.

Tatang kemudian mengurai lebih jauh kalau minyak sawit sangat stabil lantaran komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh tunggalnya berimbang. Kadar asam lemak tak jenuh gandanya (Polyunsaturated Fatty Acid) juga minim.

Margarin, shortening, dan ekivalen lemak cokelat bisa dibikin dari minyak sawit tanpa ‘pengerasan’ (hidrogenasi). Itulah makanya produk itu tidak menaikkan kadar kolesterol, tidak seperti minyak-minyak yang bersumber dari kedelai, kanola yang dihidrogenasi.

"Minyak inti sawit mengandung 9% asam-asam lemak rantai sedang (Medium Chain Triglycerides). Dia healthy food. Dari minyak inti sawit juga bisa dibikin pengganti lemak cokelat (Cocoa butter substituteI)," ujarnya.

Lantas untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), kata Tatang, pabrik tidak perlu memasok energi dari luar. Sebab energi untuk itu bisa didapat dari pembakaran sabut sisa pemerahan minyak dan cangkang sawit.

Sudahlah tak butuh energi, di tiap ton CPO yang sudah diproduksi, masih ada 1,1 ton biomassa tandan kosong sawit yang masih underutilized.

Ini berbeda jauh dengan ekstraksi minyak dari kedelai dan kanola (rapeseed) yang membutuhkan pasokan energi dari luar kebun lantaran keduanya tanaman sayuran.

Selanjutnya, dari minyak sawit dan inti sawit kata Tatang, bisa dihasilkan biodiesel dan Bahan Bakar Nabati (BBN) biohidrokarbon; bensin nabati, avtur nabati dan diesel biohidrokarbon.

Terus dari limbah cair pabrik kelapa sawit bisa pula dibikin biogas untuk pembangkitan tenaga listrik, bisa dimurnikan menjadi biometan untuk bahan bakar kendaraan Bio-Compressed Natural Gas (Bio-CNG) maupun bahan mentah industri kimia basis-nabati. "Yang terakhir ini masih sedang dalam penelitian. Dari tandan kosong sawit (lignoselulosa) kita bisa menghasilkan aneka produk bernilai tambah, lho" katanya.

Oleh besarnya ragam manfaat pohon sawit itu kata Tatang, tak berlebihan kalau sawit adalah anugerah Yang Maha Kuasa bagi wilayah tropika seperti Indonesia. 

"Untuk itu, mari kita budidayakan secara dinamik dan berkelanjutan. Pada waktu itu tepat, ,mari kita manfaatkan setiap bagian tanamannya untuk menghasilkan aneka produk bernilai tambah," dia mengajak.

Dari semua uraian tentang kebaikan sawit tadi, satu hal yang mengganjal di benak Tatang.  "Begini, luas tanah global 13,4 miliar hektar. Dari luasan itu, lahan pertanian mencapai 4,95 miliar hektar. Dari luasan lahan pertanian tadi, lahan peternakan sekitar 3,4 miliar hektar (69%), lahan tanaman 1,55 miliar hektar (31%), kebun kedelai 120 juta hektar (2,4%) dan kebun sawit 28 juta hektar (0,56%). Masa iya lahan yang hanya 0,56% lebih berdampak buruk pada pemanasan global ketimbang lahan yang 69%?" dia bertanya.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :