https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Menyoal TV Dakwah di Muhammadiyah

Menyoal TV Dakwah di Muhammadiyah

Koordintor Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), Warsito. foto: ist


Pekanbaru, elaeis.co - Silaturrahim Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau di kantor Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Muhammadiyah Provinsi Riau di kawasan jalan KH. Ahmad Dahlan Pekanbaru dua hari lalu itu, tidak tergolong lama, kurang dari dua jam. 

Tapi waktu sesingkat itu sudah lebih dari cukup bagi lembaga yang dikomandani oleh Falzan Surahman itu untuk mendapatkan masukan dan bahkan kritikan. 

Adalah Sekretaris Majelis Tabligh PW Muhammadiyah Riau, Elviandri, yang minta KPI untuk segera membikin Guide Line atau panduan dalam pengawasan konten siaran bernunsa dakwah, biar bisa ketahuan mana siaran dakwah yang beraroma radikal dan mana yang bakan melanggar nilai-nilai agama.

"KPI musti bergerak cepat, bila perlu, Guide Line itu dibikin bersama ormas keagamaan di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Biar ada  kesepemahaman soal batas-batas radikal itu, seperti MUI membuat indikator soal aliran sesat," katanya. 

Elvi tak sendirian menyambut Falzan yang ditemani Koordinator Pengawasan Isi Siaran, Asril Darma dan Koordintor Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), Warsito, itu.

Tapi ada juga Sekretaris MPW Muhammadiyah Riau, Yusman Yusuf dan Prof. Muhammad Nazir yang mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim itu.  

Elvi menyodorkan usulan semacam itu lantaran Fazlan bilang bahwa belakangan, banyak nongol televisi bernuansa dakwah dengan memanfaatkan satelit, ada juga yang lewat radio. Salah satunya TV Muhammadiyah. 

"Yang membikin khawatir itu, kalau siaran dakwah tadi disalurkan lagi oleh lembaga penyiaran berlangganan, kontennya bakal tidak terkontrol," katanya.

Selain memberi saran, Elvi juga mengkritisi KPI yang punya kewenangan cukup kuat tapi saat ini cuma kayak ‘macan ompong’.

Punya landasan hukum yang kuat tapi tidak bisa bertindak sebagai eksekutor. Sudahlah begitu, KPI bekerja di belakang layar pula. 

"Artinya, KPI bekerja setelah siaran tayang. Itulah makanya KPI tak bisa mencegah konten yang belum tayang. Kalau misalnya ada konten yang dinilai melanggar, baru ditindakan, itupun harus berkoordinasi dengan pihak-pihak lain dan melalui tahapan yang panjang," katanya.

Nazir sendiri malah menyoroti soal dampak media sosial yang semakin mengkhawatirkan. "Saat ini media mainstream sudah menurun, tapi medsos malah semakin meningkat. Ini gimana aturan mainnya, siapa yang mengawasinya, terutama media sosial yang lembaga kontrolnya bukan di KPI," Nazir Wakil Ketua PW Muhammadiyah Riau bertanya.

Media saat ini kata Nazir sudah membentuk polarisasi di tengah masyarakat. "Siapa yang bertanggung jawab terhadap media ini? Saya enggak putus asa, tapi inilah barometer negeri kita yang carut marutnya luar  biasa," ujarnya. 


 

Komentar Via Facebook :