Berita / Serba-Serbi /
Minimnya Gagasan Calon Pemimpin di Tanjung Jabung Barat dalam Mensejahterakan Petani
Jambi, elaeis.co - Tepat pada 24 September nanti, Hari Tani Nasional (HTN) sudah ke 64 tahun. Kendati begitu, realisasi kesejahteraan bagi petani di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, masih jauh dari harapan.
Padahal, dengan jumlah penduduk mencapai 331 ribu jiwa, hampir tiga perempat warga di sana berprofesi sebagai petani.
Berbagai komoditas, termasuk kelapa sawit, kelapa dalam, pinang, kopi, dan tanaman hortikultura lainnya tumbuh pesat di sana.
Harapan petani pun sangat sederhana. Bukan infrastruktur fisik seperti jalan beton atau seremonial panen, melainkan kepemilikan tanah yang sah, akses permodalan yang mudah, teknologi pertanian yang modern, serta jaminan pasar yang stabil.
Sayangnya, hal itu hanya sebatas hayalan. Sebab, lahan di sana didominasi oleh korporasi, baik yang bergerak di sektor perkebunan maupun kehutanan.
Konflik kepemilikan tanah antara masyarakat dan perusahaan masih belum terselesaikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya transparansi serta keberanian pemerintah daerah dalam mengambil keputusan.
Menurut Christian DN, seorang pemerhati agraria di Tanjung Jabung Barat, bupati ke depan perlu yang tegas menyelesaikan konflik.
"Kebijakan yang transparan dan terbuka dapat menciptakan dukungan masyarakat terhadap pemimpin. Jika kebijakan tersebut merugikan rakyat, bupati akan menjadi lawan bagi masyarakat,"ujarnya, Sabtu,(21/9).
Christian menilai, minimnya keberanian calon cupati dalam menertibkan perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di luar Hak Guna Usaha (HGU) dan melakukan redistribusi tanah kepada masyarakat.
"Investasi harus dilakukan secara jujur dan menghormati hak-hak masyarakat," tuturnya.
Menurutnya, ada beberapa poin penting dalam beberapa sektor yang belum disentuh akibat minimnya gagasan pemerintah.
Di sektor pertanian, kurangnya gagasan dari Pemerintah Daerah untuk mengontrol harga komoditas, seperti pinang dan kopra, membuat petani semakin terjepit. Anjloknya harga pinang akibat monopoli satu pengusaha seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mencari solusi.
"Misalnya dengan membangun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berbasis sumber daya alam. Pemerintah seharusnya juga mencari produk alternatif dari pinang dan kelapa dalam, seperti ekstrak pinang, serta mengembangkan pabrik dan jalur ekspor untuk meningkatkan nilai jual,"ungkapnya.
Sementara itu, di sektor kelapa sawit, petani masih tergantung pada pabrik kelapa sawit milik perusahaan. Dengan potensi surplus kelapa sawit yang ada, pemerintah daerah seharusnya membangun pabrik kelapa sawit milik daerah dan dermaga untuk penjualan Crude Palm Oil (CPO) sebagai langkah strategis.
Di sektor kehutanan, perhatian terhadap nasib masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan dan kepastian legalitas lahan juga harus menjadi prioritas bagi Bupati ke depan. Aktivitas pertambangan yang merugikan pendapatan daerah harus segera ditangani.
Christian DN menyimpulkan bahwa semua permasalahan ini bergantung pada komitmen dan keberanian bupati untuk berpihak pada petani dalam meningkatkan kesejahteraan.
"Jika Bupati hanya berorientasi pada kepentingan pribadi, maka upaya peningkatan kesejahteraan petani akan terhambat," katanya.
Untuk itu ia mengajak para petani di Tanjung Jabung Barat lebih rasional dalam memilih calon bupati, dengan mempertimbangkan komitmen dalam mensejahterakan petani, bukan hanya sebatas janji politik.
Komentar Via Facebook :