https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Minyak Sawit Olahan Petani (1)

Minyak Sawit Olahan Petani (1)


Bangunan sederhana yang berdiri di antara rerimbunan pohon kelapa sawit di kawasan jalan Datuk Rambai Kepenghuluan Teluk Nilap Kecamatan Kubu Babussalam Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) Provinsi Riau itu hanya berukuran 8x20 meter, berkonstruksi kayu bulat tanpa dinding. Namun siapa sangka, dari sana, saban hari, Suparjan dan kawan-kawan bisa mengantongi duit RP1,4 juta, bersih.

"Uang itu sebenarnya Rp2,15 juta, dari hasil penjualan Crude Palm Oil (CPO) dan klatak (biji). Saban hari kami bisa mengolah satu ton brondolan --- biji sawit uang sudah lepas dari tandan --- menjadi 350 kilogram CPO dan 400 kilogram klatak. CPO kami jual Rp5000 perkilogram dan klatak Rp1000 perkilogram. Nah, untung bersih tadi didapat setelah pembelian brondolan dan biaya operasional dikeluarkan," cerita lelaki 53 tahun ini di bawah bangunan sederhana itu Sabtu sore pekan lalu.

Sambil cerita, Abdul Rahman, Sarimin dan Sugiono nampak sibuk mengelilingi mesin pengupas kulit berondolan. Sarimin memasukkan brondolan ke mesin yang digerakkan oleh mesin genset 23 KVA, Abdul Rahman mengontrol hasil kupasan dan Sugiono mengawasi tumpahan biji kelapa sawit di bagian samping.

Kulit yang tadinya masih utuh telah keluar dalam bentuk onggokan seperti bubur. Lalu biji yang masih dibalut kulit, dimasukkan lagi ke dalam mesin pengupas. "Tiga kali biji sawit itu bolak-balik masuk ke penggilan, barulah bersih dari kulit," ujar ayah dua anak ini sambil sesekali melihat hasil kerja Abdul Rahman cs.

Mesin itu kata Sarjana Bahasa Indonesia alumnus IKIP Medan ini, mampu mengupas 500 kilogram berondolan dalam satu jam. "Ada tiga mesin pengupas yang kami punya. Dua lagi berkapasitas masing-masing 250 kilogram perjam. Tapi mesin itu belum kami pakai lantaran alat me-ngepress bubur kulit yang sudah matang, sangat terbatas. Kami juga punya mesin perontok Tandan Buah Segar (TBS) berkapasitas 10 ton perhari. Mesin ini belum kami pakai lantaran stok brondolan selalu banyak," katanya.

Bubur kulit sawit yang sudah jadi kemudian dimasukkan ke dalam dua alat pengukus sederhana yang dibangun di sisi kiri mesin pengupas. Satu alat pengukus berukuran 1,6 meter x 3,5 meter x 0,8 meter. 

"Keduanya bisa menampung bubur olahan dari tiga ton brondolan. Bubur itu dikukus selama 2,5 jam. Kalau rebusan sudah mengeluarkan aroma wangi yang khas, berarti rebusan sudah matang. Kami bisa mengukus tiga kali sehari. Waktu pertama mengukus, kami masih memakai bahan bakar kayu. Tapi setelah ampas ada, ampas inilah yang kami jadikan bahan bakar. Ampas dimasukkan dan dipadatkan dalam 18 kaleng roti bekas yang kami jadikan tungku. Padatan itu mampu bertahan untuk memasak satu daur rebusan. Jadi pabrik kami ini juga tidak ada menghasilkan limbah yang tak berguna. Kalau untuk bahan bakar berlebih, petani akan memanfaatkannya untuk pupuk,” rinci Suparjan. 

Belakangan kata Suparjan, tungku itu sudah diganti dengan enam potongan drum bekas yang dijadikan tungku. "Satu drum dibagi tiga," tambahnya.    

Hasil rebusan tadi, kemudian dimasukkan dalam enam goni bekas yang sudah benar-benar bersih. Tiap goni diisi bubur panas seberat 5 kilogram. Goni ini disusun berlapis, lalu dipress pakai dongkrak hidrolik bertekanan 30 ton. "Kami punya 10 unit dongkrak, tapi belum dipakai semua,” ujar Suparjan tertawa.

Suparjan merinci, setiap ton berondolan yang diolah akan menghasilkan bubur kulit seberat 600 kilogram. Lalu klatak 400 kilogram. “Nah bubur kulit yang sudah direbus, kami press dan menghasilkan antara 35-50 persen CPO. Hasil yang didapat tergantung jenis brondolannya. Kalau jenis Dura, hanya menghasilkan maksimal 35 persen. Tapi jenis Tenera bisa menghasilkan hingga 50 persen. Ini artinya, rendemen --- kadar minyak --- yang kami dapatkan jauh lebih tinggi dibanding kadar minyak yang didapat oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) modern yang hanya antara 18-22 persen. Namun kalau berondolannya campur; ada yang mengkal, busuk, kering da nada sampah, kami hanya mendapat rendemen 25 persen," katanya.

Bersambung...




Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :