Berita / Feature /
Minyak Sawit Olahan Petani (3)
Suparjan mengaku tidak takut dengan ketersediaan bahan baku untuk pabrik itu. Sebab saban hari petani bisa menghasilkan 30-40 ton brondolan. Begitu juga dengan pembeli. “Kami sudah dapat pembeli dari Dumai dan Duri Kabupaten Bengkalis. Hanya saja, CPO yang kami hasilkan tidak bisa kami jual sesuai harga pasar.
Kalau misalnya harga pasar CPO Rp5600, kami hanya kebagian Rp5000. Sebab itu tadi, kadar asam CPO yang kami hasilkan cukup tinggi, bisa mencapai 9, sementara kadar asam normal itu maksimal 4. CPO tidak bisa saban hari dijemput oleh pembeli. Harus ada dulu minimal 10 ton. Untuk mendapat jumlah segitu kami butuh waktu 20 hari. Alhasil kadar asam semakin tinggi. yang seperti ini hanya dihargai Rp4600 perkilogram,” katanya.
Tak mau konyol, Suparjan lagi-lagi memutar otak. Dia cari info sana-sini untuk membikin minyak goreng. “Alhamdulillah saya sudah bikin rancangannya. Untuk bisa punya mesin pembuat minyak goreng, saya butuh biaya sekitar Rp210 juta. Mesin ini akan bisa menghasilkan 1 ton minyak goreng per hari. Tapi kalau beli langsung, harganya mencapai Rp 1 miliar. Itu untuk mesin yang menghasilkan 100 liter minyak goreng perhari. Dari pada beli mahal, mending kami bikin sendiri. Lagi-lagi kami enggak takut produk kami nanti enggak laku. Sebab kebutuhan minyak goreng di daerah kami saja, mencapai 4 ton perhari,” ujarnya.
Pun soal pabrik mini, Karnaji menyebut bahwa mereka akan membangun pabrik mini di setiap kelompok. “Usaha CPO ini sangat menjanjikan pak, 30 ton brondolan saja kita olah, sudah dapat untung bersih Rp21 juta perhari. Dan brondolan bisa kita beli dengan harga yang lebih tinggi,” ujarnya.
Meski rancangan mesin pembikin CPO dan minyak goreng sudah ada, serta hitung-hitungan untung sudah dibikin, bukan berarti Suparjan langsung bisa mewujudkan keinginannya itu. Sebab bank enggak mau meminjamkan uang kepada Suparjan cs. “Kami pinjam Rp2 miliar, enggak dikasi. Padahal hitung-hitungan yang kami bikin sudah serapi mungkin,” ujar Suparjan kecewa.
Namun harapan kembali muncul setelah enam bulan lalu, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Apkasindo Riau, ikut campur soal keinginan para petani ini.
Apkasindo sudah mengundang petani itu untuk memaparkan apa yang mereka mau. Dari situ petani kemudian diperkenalkan dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.
Kepala Balainya, Pak DR. Agus Susanto kaget dengan hasil inovasi para petani itu dan respect yang luar biasa. Lalu pada saat Focus Discussion Grup (FGD) di Pekanbaru tempo hari, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sangat respon dengan inovasi itu. Pemikiran BPDPKS sejalan dengan Apkasindo Riau bahwa sudah saatnya petani punya PKS sendiri.
PKS mini yang menghasilkan minyak goreng untuk konsumsi nasional. Sebab dari total 14 juta hektar luas kebun kelapa sawit yang ada di Indonesia, 42 persen adalah milik petani.
Bagi pengamat perkebunan, Ir Sukemi Indra Saputra, apa yang dilakukan oleh petani tadi adalah cara petani untuk menyelamatkan mereka sendiri.
"Mereka mampu menghasilkan rendemen tinggi, itu sudah sangat luar biasa. Belum lagi cara-cara itu kemudian membikin petani tertolong, baik soal harga hingga pendapatan. Di sinilah hendaknya pemerintah langsung hadir. Petani semacam ini harus dibina dan difasilitasi, mulai dari pengolahan hingga ke tata niaga. Sebab secara ekonomi, usaha ini sangat menjanjikan dan layak,” ujar mantan Pembantu Dekan Fakultas Pertanian Universitas Riau ini.
Soal upaya petani tadi akan menjadi ancaman bagi PKS modern,”Saya pikir ini enggak jadi ancaman. Sebab sampai hari ini, jumlah PKS di Riau sangat minim untuk menampung hasil sawit petani swadaya yang luasannya sudah mencapai lebih dari 2 juta hektar,” katanya.
Bagi BPDPKS, upaya-upaya yang dilakukan oleh petani kelapa sawit di Riau adalah sebuah kemajuan. Namun kata Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, pihaknya akan tetap berada pada aturan main yang sudah ada. “Apabila sudah ada rekomendasi teknis soal pabrik mini itu, kita akan salurkan dananya,” ujar Herdrajat Natawijaya.
Dan Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan Tanaman Pangan Provinsi Riau, Vera Virgianti menyebut bahwa pabrik mini tadi, sudah masuk dalam pengajuan pihaknya. “Tinggal lagi nanti hasil nya seperti apa,” ujar Vera.
*****
Komentar Via Facebook :