https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Nasib Terminal AKAP Duri, Jadi Jemuran Gaplek

Nasib Terminal AKAP Duri, Jadi Jemuran Gaplek

Seorang lelaki nampak mengurusi tebaran gaplek yang dijemur di Terminal AKAP Duri. Sejak dibangun, terminal berbanderol Rp21 miliar itu, tidak pernah dioperasikan. foto: ist


Pekanbaru, elaeis.co - Namanya Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Duri. Lantaran berhubungan dengan lintas Utara Sumatera --- menghubungkan Pekanbaru-Medan --- orang akan beranggapan kalau terminal yang terletak di kawasan Simpang Lima Desa Petani Kecamatan Bathin Solapan ini, saban hari bakal ramai disinggahi kendaraan. 

Tapi kenyataan yang ada justru, sejak dibangun lebih dari 10 tahun lalu, belum sekalipun  terminal milik Pemkab Bengkalis, Riau, yang berbanderol Rp21 miliar ini, dioperasikan. 

Belakangan, terminal itu justru sudah berubah menjadi tempat menjemur Gaplek --- bahan makanan olahan singkong.

Tadi siang, seorang lelaki remaja nampak terseok-seok membolak-balik singkong yang sengaja dihampar di pekaran terminal berlantai semen itu. 

Di bangku-bangku fiber yang sebahagian sudah rusak, dijejali goni-goni berisi gaplek. Uniknya, tak satupun yang mau mengaku siapa pemilik gaplek itu, padahal, sudah bertahun usaha itu berjalan di sana.

Cerita yang beredar, yang menjadi 'penguasa' terminal itu justru bukan orang tempatan, tapi orang luar yang mempekerjakan masyarakat setempat untuk mengurusi usaha gaplek itu.

Kalau sudah ada yang layak untuk diangkut, barulah truk-truk toronton datang menjemput. 

Kepala Desa Petani, Rasikun, juga tak tahu siapa pengusaha yang memanfaatkan terminal itu jadi tempat jemuran gaplek. 

Yang dia tahu adalah bahwa tak kurang dari 50 orang warganya menjadi pekerja di usaha itu, ada yang jadi tukang iris singkong, ada pula yang jadi tukang cabut singkong di kebun warga. 

"Singkong-singkong itu berasal dari desa ini juga," cerita ayah dua anak ini kepada elaeis.co, jelang sore tadi. 

Sebetulnya kata Rasikun, dia serba salah juga menengok terminal plat merah itu dipakai swasta. Di satu sisi, apapun ceritanya, itu menyalahi. 

Namun di sisi lain, lelaki 45 tahun ini justru senang ada yang mengelola terminal itu meski hanya untuk jemuran gaplek. 

Sebab kalau tidak, saban malam terminal itu akan jadi tempat mesum, termasuk lah jadi arena balap liar. 

"Jujur, saya bersyukur ada orang yang mengelola terminal itu meski peruntukannya enggak tepat. Dengan diusahai, minimal terminal itu enggak jadi belukar. Dulu, sebelum ada yang mengusahai, repot juga kita mengusir orang dari sana. Mulai dari mengusir orang mesum dan balap liar," katanya. 

Satu-satunya jalan kata Rasikun, terminal itu dioperasikan segera, atau dijadikan saja sarana pendidikan seperti yang pernah digembar-gemborkan oleh banyak pihak.


        

Komentar Via Facebook :