Berita / Nusantara /
'Ordal' Cantumkan Palm Oil Free, Petani Sawit Sakit Hati
Jakarta, elaeis.co - Kalaulah orang di luar negeri sana yang mencantumkan Palm Oil Free di kemasan jualannya, lelaki 51 tahun ini tak mempersoalkan. Sebab dia tahu, memang sudah tabiat banyak orang di luar negeri sana kayak begitu; terus-terusan menjelekkan sawit.
“Tapi yang melakukan ini justru orang dalam (ordal) negeri yang konsumennya tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Tersayat hati kami petani sawit. Di saat kita sudah jungkir balik mengkampanyekan bahwa sawit itu baik, ehhh malah dia merusak nya dengan mencantumkan Palm Oil Free,” Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) itu, masih bersungut-sungut di salah satu ruang rapat di Kementerian Perdagangan di Jakarta, kemarin.
Kebetulan Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Farid Amir, ST., M.S.E. memimpin rapat terbatas, membahas sanksi apa yang bakal dijatuhkan atas kelakukan Korté Chocolate. Merek dagang milik CV. Mitra Korté Kreasi yang sudah memproduksi coklat itu di Surabaya Jawa Timur, sejak 2014 silam.
Tak hanya Apkasindo yang hadir pada rapat itu, ada juga Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), AIMMI, ASKINDO, BPOM Pusat, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian dan sejumlah pelaku usaha cokelat lengkap dengan asosiasinya.
Baca juga: Sawitku Masih di(Sakit)i
Ayah dua anak ini menyebut, kelakuan produsen makanan seperti yang dibikin Korté Chocolate sudah sering juga terjadi. Katakanlah di tahun 2011, 2019 dan 2021. “Mungkin orang menganggap kami petani sawit ini terlalu sensitif. Bukan begitu. Ini enggak masalah sepe lho,” suara doktor agro-lingkungan Universitas Riau ini terdengar tegas.
Bagi Gulat, sachet Korté Chocolate yang sudah sempat beredar kemana-mana itu akan menjadi ‘senjata’ kampanye negatif sawit di luar negeri sana. ““Ini menjadi iklan yang sangat sempurna dan ratingnya tinggi. Kenapa? Karena yang membikin iklan itu adalah orang Indonesia sendiri,” suara Gulat meninggi.
“Tak terbayangkan oleh saya gimana sakitnya perasaan petani sawit menengok ada produk berlebel Palm Oil Free di kampungnya sendiri, di negeri yang puluhan juta orang justru telah menggantungkan hidup dari sawit. Di negeri yang sawitnya justru telah memberikan devisa terbesar. Kayak sesuatu yang haram saja sawit ini dibikin kayak begitu,” kali ini suara Gulat terdengar bergetar.
Jadi, kata Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini, sudah selayaknya izin usaha Korté Chocolate itu dicabut. Biar ada efek jera bagi pelaku usaha lain, biar tak terulang lagi produk-produk lain mencantumkan label Palm Oil Free.
“Lagi pula, waktu mengajukan izin, disain sachet coklat itu enggak ada mencantumkan Palm Oil Free, tapi yang beredar justru ada Palm Oil Free. Asosiasi produsen coklat yang mewadahi produsen coklat yang bermasalah itu juga mengakui,” kata Gulat.
“Kalau kali ini pemerintah tidak tegas, kedepan yang semacam ini akan terulang lagi dan ini bisa ‘membunuh’ kelapa sawit yang telah menjadi komoditas andalan Indonesia, secara sistematif, masif dan terstruktur. Ingat, kelapa sawit itu enggak cuma penyanggah ekonomi petani lho, tapi juga penyumbang pendapatan negara yang nilainya tidak kecil dan penyelamat deforestasi” urai Gulat.
Lelaki ini kemudian membuka catatan GAPKI bahwa hingga Oktober 2023, devisa ekspor Crude Palm Oil (CPO) mencapai USD23,54 miliar dan tahun sebelumnya USD39,07 miliar. “Kalau sawit terganggu, pendapatan negara akan anjlok, multiflyer sawit meredup. Kelapa sawit itu bukan lagi hanya tumpuan ekonomi kami petani sawit tapi sudah tumpuan Indonesia dan dunia,” lagi-lagi Gulat menegaskan.
Singkat cerita dalam rapat terbatas itu, Direktur Penyidikan BPOM, Aziz Saputra, langsung mengurai regulasi terkait apa yang dipersoalkan petani dan korporasi sawit. Termasuk tahapan apa yang akan dilakukan menuju kesana. “Semuanya sudah masuk dalam catatan rapat,” terang Gulat.
Pimpinan rapat, Farid Amir, kemudian menampilkan urutan kebijakan yang akan diambil sesuai regulasi yang ada, antara lain : (1) Pihak mana yang berwenang menindak/atau memberikan sanksi, (2) Tindakan apa dan sanksi apa yang akan diberikan, (3) Langkah apa saja yang harus dilakukan supaya kedepannya tidak terulang lagi, (4) Pembinaan dan sosialisasi teknis mengenal lebih dekat hulu-hilir sawit.
Untuk poin 3 dan 4 kata Gulat sudah langsung disepakati, namun untuk poin (1) dan (2) masih mendalami lebih lanjut dan berkordinasi ke Dinas Kesehatan yang menerbitkan izin Korté Chocolate. Kebetulan di saat yang sama di Surabaya juga sedang berlangsung rapat membahas persoalan yang sama oleh otoritas setempat.
Korté Chocolate sendiri kata Gulat sudah menarik semua produknya yang mencantumkan Palm Oil Free dari pasar. “Konsep permohonan maaf, khususnya kepada petani sawit sedang dikonsep di Surabaya,” katanya.
Petani sawit kata Gulat mengucapkan terimakasih atas tanggap-sigapnya Kementerian Perdagangan, BPOM, Asosiasi Produsen Coklat terhadap protes petani sawit dari Aceh sampai Papua.
“Ini membuat rasa sakit kami petani sawit yang direndahkan dan kecewa, sedikit berkurang. Harapan kami, pasca rapat ini ada tindakan yang nyata dari pihak kementerian dan lembaga yang berwenang terhadap produsen coklat itu. Biar kedepan tidak ada lagi yang pura-pura tidak tau bahwa sawit itu produsen unggulan Indonesia” Gulat berharap.
Sebelumnya, kepada elaeis.co, pemilik Korté Chocolate, Jeffry Lukito mengatakan tidak ada maksud untuk mendiskreditkan industri sawit, kemasan itu hanya untuk membedakan dua produk yang dijual. “Perusahaan kami justru banyak menggunakan produk turunan kelapa sawit sebagai bahan baku,” katanya.
Baca juga: Dituduh Sakiti Petani Sawit, Begini Tanggapan Korté Chocolate
Komentar Via Facebook :