Berita / Bisnis /
Biaya Produksi Terus Membesar
PASPI: Tak Segera Berbenah, Pelaku Sawit Bangkrut!
Jakarta, elaeis.co - Para pelaku kelapa sawit bolehlah sumringah menikmati boomingnya harga kelapa dan minyak sawit 18 bulan terakhir.
Hanya saja, dibalik sumringah panjang itu, ternyata ancaman serius sedang mengintai mereka; bangkrut!
Dalam statistika yang disodorkan oleh Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), pelaku kelapa sawit akan bangkrut pada 2025 mendatang. Ini berarti, waktu yang tersisa hanya 4 tahun.
"Bisa jadi lebih cepat. Kalau harga Crude Palm Oil (CPO) kembali ke Rp8 ribu-Rp9 ribu per kilogram atau Tandan Buah Segar (TBS) melorot ke angka Rp1500 perkilogram, maka pelaku sawit bangkrut," kata Direktur Eksekutif PASPI, Tungkot Sipayung saat berbincang dengan elaeis.co, tadi pagi.
Ancaman bangkrut itu terjadi kata doktor ilmu ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini lantaran pelaku kelapa sawit didera oleh peningkatan biaya produksi yang lebih cepat ketimbang peningkatan produktivitas dan harga jual.
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut, pada periode 2008-2020, laju kenaikan biaya produksi CPO Indonesia rata-rata 5% per tahun.
Laju kenaikan biaya produksi ini tak sebanding dengan laju kenaikan produksi dan harga CPO yang sama-sama cuma 1,8% per tahun.
Malah laju peningkatan produktivitas minyak sawit Indonesia hanya sama dengan laju produktivitas alamiah ---akibat pertambahan umur.
Masih merujuk pada data GAPKI, dalam 12 tahun terakhir, produktivitas TBS Indonesia justru menyusut sebesar 1,9% per tahun.
Fakta-fakta di atas kata lelaki 55 tahun ini menjadi satu anomali (keanehan). Sebab dampak dari segala program peningkatan produktivitas kebun sawit seperti replanting, perbaikan kultur teknis, dan lain-lain selama 12 tahun terakhir, justru belum kelihatan.
Dan kenyataan ini kata Tungkot menjadi sangat ironis di saat luas kebun sawit Indonesia yang memperoleh sertifikat sustainability seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), saban tahun terus meningkat.
"Gimana pula kita menjelaskan kenyataan yang ada? Apa bisa kebun kelapa sawit dibilang sustainable jika biaya produksi makin naik --- bahkan akan segera menyentuh harga CPO --- dan produktivitas makin turun?" Tungkot bertanya.
Sekali lagi kata Tungkot, kalau tidak ada upaya yang signifikan untuk menurunkan biaya produksi dari sekarang, maka tahun 2024 harga CPO sudah sama dengan biaya produksi CPO itu.
"Atau jika harga CPO kembali ke level Rp8 ribu per kilogram, akan banyak perkebunan sawit --- khususnya yang tidak efisien --- merugi atau bahkan bangkrut," ujar Ketua Tim Lintas Kementerian dan Asosiasi Penyusunan Roadmap Industri Sawit Indonesia ini.
Biar potensi bangkrut itu terminimalisir, Tungkot meminta agar pelaku sawit segera memacu produktifitas, melakukan efisiensi dan mandatori kebun kelapa sawit yang dilakukan oleh pemerintah tetap berjalan.
"Untuk level pekebun, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) harus jalan dan berhasil, jangan dipersulit. Sebab kalau dipersulit, pekebun sawit juga ikut bangkrut," ujarnya.
Terus, hasil booming harga yang sedang terjadi, sebaiknya jangan dihambur-hamburkan, "Tapi pakailah itu untuk meningkatkan produktivitas kebun, baik untuk replanting maupun perbaikan Good Agriculture Practices (GAP)," Tungkot bersaran.
Komentar Via Facebook :