Berita / Nasional /
Pejabat BPS Juga Diperiksa Terkait Kasus Ekspor CPO
Jakarta, elaeis.co - Usai memeriksa sejumlah pejabat dari Kementrian Perdagangan (Kemenda) RI, kali ini Kejaksaan Agung juga memeriksa pejabat dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Pemeriksaan ini dilakukan dalam pengusutan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada Januari hingga April 2022.
Pejabat BPS yang diperiksa yakni MFR yang menjabat sebagai Statistisi Ahli Madya pada Badan Pusat Statistik.dia diperiksa pada Selasa (10/10) kemarin.
"MFR diperiksa sebagai saksi atas tersangka korporasi Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau Group," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," tambahnya.
Diketahui, Kejagung kembali mengusut kasus ini menindaklanjuti putusan pengadilan terhadap para terdakwa perkara korupsi ekspor CPO. Kejagung kemudian melakukan pendalaman terhadap kasus itu.
Dan akhirnya menetapkan Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup sebagai tersangka. Penetapan status ketiga korporasi tersebut menindaklanjuti putusan perkara lima terdakwa dalam perkara ini yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kelima terdakwanya divonis pidana penjara dalam rentang waktu 5–8 tahun.
Ketut mengungkapkan, dalam putusan perkara tersebut terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.
Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.
“Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, lanjut Ketut, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan.
“Terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan (daya beli) masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng,” ujarnya.
Ketut mengatakan, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.
Komentar Via Facebook :