https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Pemerintah Ancang-ancang Ganti Perpres Nomor 44 Tahun 2020, Ini Masukan SPKS

Pemerintah Ancang-ancang Ganti Perpres Nomor 44 Tahun 2020, Ini Masukan SPKS

Sekjen SPKS Mansuetus Darto. Foto: sinarkeadilan,com


Jakarta, elaeis.co - Saat ini pemerintah melalui kementerian terkait tengah menggodok rancangan Perpres baru pengganti Perpres Nomor 44 tahun 2029 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. 

Aturan yang baru ini direncanakan akan memayungi sektor hulu sampai hilir dan bioenergi untuk menerapkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Rencana ini mendapat sorotan dari para pelaku usaha di perkebunan kelapa sawit, terutama petani kelapa sawit. Sebab ada rencana dalam Perpres yang baru pengurusan STD-B dan ISPO akan dibiayai oleh pemerintah melalui BPDPKS.

Jauh-jauh hari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) telah memberikan usulan atau masukan mengenai Perpres nomor 44 tadi. 

Sekjen SPKS Mansuetus Darto mengusulkan beberapa poin dalam Perpres 44 itu. Misalnya, dalam pasal 18 terkait dengan pembiayaan Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya (STD-B), yang harus ditambahkan dalam pasal 18 ayat 3 adalah sosialisasi untuk petani kelapa sawit dengan justifikasi untuk pemenuhan standar ISPO dan meningkatkan daya tarik petani kelapa sawit untuk terlibat dalam ISPO. 

Baca Juga: Disbun Kalbar Akui Pembiayaan STD-B dan ISPO oleh BPDPKS Dinilai Membantu Petani

Kemudian ayat 3 point B, harus diganti redaksionalnya agar tidak multitafsir dengan mengganti persetujuan lingkungan menjadi Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Lalu menambah “pembangunan kelembagaan” dalam point ayat 3 point C yang hanya terkait dengan pelatihan untuk internal control system. 

"Ayat 3 point C tidak hanya difokuskan pada pelatihan ICS, tetapi juga harus pelatihan-pelatihan yang relevan untuk memperkuat skala keberlanjutan petan. Misalnya pelatihan GAP, ketenagakerjaan, pengelolaan keuangan, pelatihan penanganan kebakaran, dan pengendalian hama terpadu," ujarnya kepada elaeis.co, Selasa (26/9).

Selanjutnya, dalam pasal 18 ayat 4 harus diperluas atau ditambah dengan ayat 4 yang pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 disalurkan melalui kelompok pekebun, gabungan kelompok pekebun, atau koperasi, ditambahkan menjadi pendanaan sebagaimana dimaksud ayat 3 disalurkan melalui kelompok pekebun, gabungan kelompok pekebun, koperasi, Bumdes dan organisasi pendamping petani. 

Perlu juga menambah ayat 5 dalam pasal 18 ini dengan bunyi pendanaan yang disalurkan melalui organisasi pendamping petani wajib telah menyediakan kelembagaan tani dan atau ICS STD-B dan SPPL bagi petani yang didampingi polygon atau titik koordinat kebun anggota kelembagaan petani, surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa atau dalam kawasan hutan.
 
"Poin selanjutnya perlu menambahkan bab baru, yakni Bab 19 terkait dengan insentif bagi kelembagaan pekebun yang memperoleh ISPO," paparnya.

Diusulkannya bab baru tersebut redaksionalnya diharapkan, yaitu:

Pasal 19 Ayat 1, kelembagaan petani, koperasi, Bumdes, gabungan kelompok pekebun yang telah memperoleh sertifikasi ISPO wajib memperoleh insentif yang bersumber dari pendanaan BPDPKS. 

Ayat 2, kelembagaan petani sebagaimana yang diatur dalam ayat 1 pasal 19 tersebut memperoleh insentif dalam bentuk; 
a. jaminan akses sarana produksi pertanian. 
b. SDM dan jaminan lesehatan. 
c. Jaminan kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit. 
d. menjamin mendapatkan harga sesuai dengan harga penetapan pemerintah.

Komentar Via Facebook :