https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Pemerintah Sibuk Undang Investor Asing, Tanpa Memperdulikan Investasi Petani

Pemerintah Sibuk Undang Investor Asing, Tanpa Memperdulikan Investasi Petani

Ilustrasi/Reuters


Jakarta, elaeis.co - Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menghapus pungutan ekspor crude palm oil (CPO) menjadi Rp 0. Kebijakan ini berlaku mulai 18 Juli 2022 hingga 31 Agustus 2022.

Dari pandangan Ketua DPD APKASINDO Penajam Paser Utara, Akhmad Indradi, kebijakan penghapusan pungutan ekspor CPO tersebut hanyalah kebijakan parsial yang tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Sebab menurutnya selain PE masih ada regulasi DMO, DPO, Flush Out yang sangat membebani pelaku industri termasuk petani kelapa sawit.

"Sebetulnya soal stabilisasi migor semestinya bisa diselesaikan oleh pemerintah dengan elegan dan cerdas. Jangan sampai kebijakan migor malah merusak industri sawit secara keseluruhan, apalagi ada 6,72 juta hektare kebun sawit rakyat di dalamnya," ujarnya kepada elaeis.co, Selasa (19/7).

Dari kaca matanya pemberitaan mengenai petani yang menjual TBS-nya ke Malaysia itu semestinya menjadi tamparan yang memalukan bagi pemerintah. Sebab pemerintah justru seolah tidak mampu membuat kebijakan yang baik bagi rakyatnya.

"Petani ini adalah investor potensial di dalam negeri. Untuk itu kita meminta pemerintah untuk menghargai investasi yang dilakukan oleh petani," tegasnya.

Sementara saat ini pemerintah justru hanya sibuk memasang karpet merah agar investor asing masuk ke Indonesia. Sedangkan pada saat yang sama malah menelantarkan investasi nyata yang sudah ditanamkan oleh rakyatnya sendiri, berupa kebun sawit rakyat.

"Pemerintah sibuk mengundang  investasi para kapitalis dunia itu, belum tentu berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat secara langsung," tuturnya.

Dari itung-itungannya, jika nilai pembangunan kebun sawit rakyat itu sebesar 50 juta hektare saja dikalikan luasan kebun rakyat 6,72 juta hektare maka nilai investasi yang ditanamkan oleh petani sawit sekitar Rp335 triliun. Nilai investasi Rp335 triliun tersebut bukan angka yang kecil untuk skala petani. Apalagi melibatkan kehidupan belasan juta anggota keluarga petani sawit setanah air.

"Hancurnya harga CPO dan TBS ini merupakan akibat dari kebijakan h kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Sehingga akhirnya merusak investasi nyata yang sudah ditanamkan oleh rakyatnya sendiri," paparnya.

"Petani hanya meminta harga yang berkeadilan sesuai dengan harga pasaran internasional. Jangan memasung petani dengan harga sawit yang murah dan tidak fleksibel di tengah harga internasional yang tinggi," imbuhnya.

Komentar Via Facebook :