https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Penangkar Sawit Ikut Pusing Dibikin Harga Pupuk

Penangkar Sawit Ikut Pusing Dibikin Harga Pupuk

H Rusbandi, pemilik CV Yahyo yang merupakan perusahaan penangkaran bibit sawit di Provinsi Bengkulu. Foto: Ist.


Bengkulu, elaeis.co - Ternyata bukan hanya petani sawit yang pusing karena harga pupuk kimia non subsidi terus melejit. Para penangkar bibit sawit juga merasakannya.

Salah satu yang pusing dan kesal dengan harga pupuk adalah H Rusbandi, pemilik CV Yahyo yang merupakan perusahaan penangkaran bibit sawit di Provinsi Bengkulu.

"Mau enggak mau saya naikan harga jual bibit sawit dari penangkaran saya," kata Sekretaris Jenderal Perkumpulan Penangkar Benih Tanaman Perkebunan Indonesia (PPBTPI) ini kepada elaeis.co, kemarin. 

Bibit sawit yang ada di penangkaran milik Rusbandi umumnya dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Berdasarkan ketentuan, harga bibit sawit yang boleh dijual adalah Rp 40.000 per batang. 

Namun Rusbandi mengaku menaikkannya menjadi Rp 45.000 per batang karena harga kecambah yang semula Rp 7.500 menjadi Rp 8.000 per butir.

Alasan lain, biaya nursery atau perawatan bibit yang semakin meningkat seiring naiknya harga pupuk. "Harga pupuk naik lebih dua kali lipat, dari Rp 300.000 per sak menjadi Rp 700.000-an," katanya.

Harga Rp 45.000 per batang itu ia terapkan untuk para petani yang ingin menanam sawit di luar program peremajaan sawit rakyat (PSR).

"Itu harga untuk umum. Tapi kalau untuk peserta PSR, jujur saja, kalau harganya masih Rp 40.000, enggak akan saya jual. Terserah mau bilang apa," kata Rusbandi.

Melihat besarnya biaya perawatan yang harus dikeluarkan, dia ogah melayani penjualan bibit sawit ke siapa pun dengan harga Rp 40.000 per batang.

"Seharusnya harga bibit sawit berkualitas untuk peserta PSR di atas Rp 45.000 per batang," tukasnya.

Menurutnya, para pemilik penangkaran masih lebih untung menjual bibit sawit dengan harga Rp 40.000 per batang tapi harga pupuk murah dibanding Rp 45.000 tapi pupuk mahal.

"Artinya apa? Artinya, kenaikan biaya produksi tidak seimbang dengan harga jual bibit sawit yang ditetapkan. Pemahaman produsen kecambah pun sama dengan pemahaman kita," tegasnya. 


 

Komentar Via Facebook :