https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Penetrasi Sawit ke Pasar UE Terganjal Brussel's Effect

Penetrasi Sawit ke Pasar UE Terganjal Brussel

Dubes RI untuk Kerajaan Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa, Andri Hadi (tangkapan layar)


Jakarta, Elaeis.co - Uni Eropa (UE) merupakan pasar yang sangat potensial bagi sawit Indonesia. Namun ekspor ke kawasan itu tidak mudah dilakukan karena UE memberlakukan regulasi yang sangat ketat dan dipatuhi anggotanya.

UE memiliki anggota 27 negara, total populasinya mencapai 516 juta jiwa. Pendapatan negara-negara UE mencapai US$ 17 triliun, terbesar kedua di dunia. Sedangkan pendapatan per kapitanya mencapai US$ 40.900 per tahun.

Dubes RI untuk untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg, dan UE, Andri Hadi, mengatakan, Indonesia sebagai pemilik perkebunan sawit terluas di dunia sangat membutuhkan UE. Yang jadi masalah, Indonesia sulit memasuki pasar di negara-negara di kawasan itu satu per satu.

“Eropa itu sudah menjadi pasar tunggal. UE bisa memaksakan aturannya kepada negara-negara anggotanya,” katanya saat berbicara dalam INAPalmoil Talkshow bertema “The Fact of Indonesian Deforestation’s Rate”, Rabu (8/9/2021) sore.

UE yang berkantor di Kota Brussel, Belgia, membuat berbagai peraturan yang membuat komoditas pertanian dan perkebunan dari seluruh dunia, termasuk sawit asal Indonesia, menjadi tidak mudah masuk ke pasar di kawasan itu. Kemampuan dahsyat UE dalam memaksakan aturannya itulah yang disebut dengan Brussel's Effect.

Menurut Andri, Brussel's Effect tidak bisa dihindari ketika komoditas pertanian dan perkebunan dari luar Eropa hendak dijual ke 27 negara anggota UE. 

“Seluruh komotitas, termasuk sawit, harus menjalani due diligence. Uji kelayakan dari berbagai aspek, termasuk apakah pengembangan komoditas pertanian atau perkebunan itu melanggar HAM, tidak memenuhi unsur berkelanjutan, dan lainnya,” jelasnya.

“Brussel's Effect sangat terasa karena pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dari 27 negara anggota UE mematuhi seluruh regulasi yang ditetapkan,” imbuhnya.

Tidak hanya komoditas pertanian dan perkebunan, sektor lain seperti teknologi juga tak luput dari kekuatan Brussel's Effect. Bahkan perusahaan raksasa teknologi dari Amerika Serikat seperti Microsoft, Google, dan Apple, yang biasanya mendikte negara-negara lain agar mudah menerima produk mereka, harus tunduk kepada regulasi di UE. “Harus mematuhi aturan yang dikenal dengan European Union General Data Protection Regulation atau EU GDPR,” tutupnya.

Komentar Via Facebook :